Latar
Belakang
Pusat Sistem
Informasi dan Teknologi Keuangan (Pusintek) merupakan unit esselon II yang
berada pada Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Memiliki tugas untuk
mengkoordinasikan penggunaan teknologi informasi pada seluruh kementerian
keuangan. Pusintek memiliki Indikator Kinerja Utama (IKU) tahun 2013 antara
lain melakukan pengelolaan layanan TIK yang prima. Dalam mewujudkan pencapaian
tujuan tersebut Pusintek memerlukan sinergi optimal satuan-satuan kerja yang
ada di bawahnya. Pusintek memiliki 4 bidang teknis, Bidang Perencanaan
Kebijakan dan Arsitektur TIK (PKTIK), Pengembangan Sistem Informasi (PSI),
Pengelolaan TIK (PTIK), dan Bidang Operasional TIK (OPTIK), serta 1 Bagian Tata
Usaha (TU) sebagai supporting unit.
Pengelolaan
layanan TIK yang prima melibatkan 4 bidang teknis dan bagian Tata Usaha melalui
Sistem Manajemen Layanan TIK berbasis ISO 20000. Pelaksanaan ISO 20000
mengalami kendala-kendala antara lain Pertama,
keempat bidang teknis cenderung melakukan pekerjaan tanpa memperhatikan tujuan organisasi,
yaitu mewujudkan pengelolaan layanan TIK yang prima, hal ini dilihat dari usaha
masing-masing satuan kerja yang berorientasi pada tujuan-nya serta kerapkali
membawa “bendera” bidang apabila berhubungan dengan pelanggan. Selain itu hasil
assesment konsultan ISO 20000
menyatakan bahwa satuan-satuan kerja bertindak silo, tidak membentuk sistem yang terintegrasi. Kedua, ISO 20000 merupakan proses yang
mengalir, output suatu bidang merupakan input bagi bidang lainnya dalam
melaksanakan suatu pekerjaan. Tidak memperhatikan aturan atau memiliki persepsi
sendiri dan tidak dikonfirmasi atas framework
ISO 20000 menyebabkan tujuan tidak tercapai. Ketiga, terjadi komunikasi yang kurang efektif antar pimpinan (esselon
2, 3, dan 4) dan antara pimpinan dengan bawahan. Komunikasi yang tidak efektif
menjadi salah satu faktor gagalnya tercipta koordinasi yang baik. Saat ini
komunikasi pekerjaan banyak berjalan melalui mekanisme disposisi. Kita ketahui bersama
mekanisme disposisi ini banyak menyebabkan bias informasi.
Dampak dari
kendala-kendala koordinasi dalam organisasi antara lain organisasi memiliki
resiko tinggi dalam pencapaian tujuan, organisasi menjadi tidak solid, citra
organisasi tercemar, pendek kata hal tersebut berpengaruh terhadap pencapaian
tujuan organisasi.
Teori
dan Kebijakan
Koordinasi
merupakan proses penyatuan tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan
kerja yang terpisah. Kordinasi yang buruk menyebabkan individu atau satuan
kerja kehilangan pegangan atas peran yang dijalankan dalam pencapaian tujuan
organisasi. Tujuan yang dikejar adalah tujuan masing-masing untuk kepentingan
individu atau satuan kerja tersebut, pada akhirnya merugikan pencapaian tujuan
organisasi secara menyeluruh, bahkan dapat menyebabkan tujuan organisasi tidak
tercapai (Hani Handoko, 1984).
Menurut G.R.
Terry koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan
jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan
suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.
Sedangkan menurut E.F.L. Brech, koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan
tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing
dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya
di antara para anggota itu sendiri (Hasibuan, 2007:85)
James D.
Thompson (Hani Handoko, 1984) menyebutkan 3 macam saling ketergantungan dalam
satuan-satuan kerja organisasi, yaitu:
1.
Saling
ketergantungan yang menyatu (pooled
interdependence), jika satuan-satuan kerja organisasi tidak saling
tergantung satu dengan yang lain dalam melaksanakan kegiatan harian tetapi
tergantung pada pelaksanaan kerja setiap satuan yang memuaskan untuk suatu
hasil akhir.
Contoh hubungan
antara Divisi Produk A dan Divisi Produk B
2.
Saling
ketergantungan yang berurutan (sequential
interdependence), dimana suatu organisasi harus melakukan pekerjaanya
terlebih dahulu sebelum satuan yang lain dapat bekerja.
Contoh hubungan
sejajar Departemen Pembelian dan Departemen Produksi
3.
Saling
ketergantungan timbal balik (reciprocal
interdependence), merupakan hubungan memberi dan menerima antar satuan
organisasi.
Contoh hubungan timbal balik antara
bagian pemeliharaan dan bagian Operasi
Hasil
Pengamatan
Berdasarkan
pengamatan mengenai permasalahan kordinasasi pada satuan-satuan kerja di Pusintek
dapat disimpulkan yakni:
1.
Satuan
kerja di Pusintek cenderung melakukan pekerjaan tanpa memperhatikan tujuan
organisasi secara menyeluruh
2.
Satuan
Kerja tidak memperhatikan aturan (framework
ISO 20000) atau memiliki persepsi sendiri dan tidak dikonfirmasi
3.
Terjadi
komunikasi yang kurang efektif antar pimpinan dan antara pimpinan dengan
bawahan.
Analisa
Kendala-kendala koordinasi disebabkan oleh banyak
faktor. Kepemimpinan dan komunikasi memegang peran vital dalam menyumbang
kendala-kendala koordinasi sekaligus sebagai solusi atas
permasalahan-permasalahan koordinasi yang muncul. Lemahnya kepemimpinan dalam
suatu organisasi menyebabkan satuan-satuan kerja dalam organisasi bertindak
sendiri-sendiri. Berfokus pada organisasi internalnya, cenderung memiliki
perhatian lemah terhadap organisasi secara menyeluruh. Serta memiliki persepsi
atas suatu aturan secara sepihak.
Dalam kasus kurangnya koordinasi di Pusintek, terlihat
peran pemimpin yang tidak optimal baik di level esselon 2 maupun esselon 3.
Tidak optimalnya pimpinan menyebabkan bidang-bidang teknis hanya berfokus pada
pencapaian tujuannya masing-masing dan memiliki perspektif pemahaman sendiri atas framework ISO 20000. Terbukti
dari laporan pencapaian IKU pengelolaan layanan TIK yang Prima tahun 2012, walau tercapai 95%, namun disertai catatan-catatan yang
harus diperbaiki tahun berikutnya.
Mengenai
koordinasi dalam penerapan ISO 20000 terdapat hubungan koordinasi dalam bentuk
seperti dikemukakan sebelumnya, yaitu Saling ketergantungan yang berurutan, dan
timbal balik. Praktek koordinasi sesuai dengan ISO 20000 menyebutkan bahwa
output yang dihasilkan dalam proses kerja yang terdapat dalam bidang OPTIK
menjadi input untuk proses kerja pada bidang PTIK. Yang sering terjadi adalah
pekerjaan yang selesai di bidang OPTIK tidak mengalir ke bidang PTIK, sehingga
proses kerja berbasis ISO 20000 tidak berjalan. Begitupula proses kerja pada
bidang PSI tidak memperoleh input yang optimal dari bidang PKTIK, sehingga
sedikit hal yang dihasilkan oleh bidang PSI dalam mendukung ISO 20000.
Terakhir
untuk permasalahan koordinasi yang diakibatkan oleh kepemimpinan yang tidak
optimal perlu disadari bahwa kepemimpinan yang optimal memang menantang untuk
diwujudkan. Penyatuan
tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan kerja yang terpisah tidak mudah untuk dilakukan.
Selain itu mengarahkan pelaksanaan pekerjaan untuk menghasilkan suatu tindakan
yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan sulit untuk dilakukan. Untuk hal
tersebut diperlukan usaha ekstra pemimpin untuk terus mengembangkan diri kearah
kepemimpinan yang efektif. Hal lainnya adalah memperbaiki proses komunikasi
dengan sesame pimpinan juga terhadap bawahan. Inovasi-inovasi dalam
berkomunikasi tidak ada salahnya dikembangkan, yang awalnya hanya berupa
disposisi pada surat dapat ditingkatkan menjadi berhubungan via email, tatap
muka, social media dan lainnya.
Kesimpulan
& Saran
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan beberapa hal berikut:
1.
Kepemimpinan
dan komunikasi memegang peran vital dalam menyumbang kendala-kendala koordinasi
sekaligus sebagai solusi atas permasalahan-permasalahan koordinasi yang muncul
2.
Dalam
hubungan kerja organisasi koordinasi dapat berbentuk Saling ketergantungan yang
menyatu, berurutan, dan timbal balik.
Dari uraian
diatas dapat disarankan beberapa hal berikut:
1.
Inovasi-inovasi
dalam berkomunikasi perlu dikembangkan, antara lain melalui email, tatap muka, social media dan lainnya
2.
Pengembangan
diri kepemimpinan diperlukan untuk menghasilkan kepemimpinan yang efektif.
Daftar
Pustaka
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
184/PMK.01/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan
Dokumen IKU Pusintek tahun 2012
Handoko, T Hani. 1984. Manajemen Edisi
2. Yogyakarta: BFPE-Yogyakarta
Malayu, S.P. Hasibuan
2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan kesembilan, Jakarta : PT
Bumi Aksara.
No comments:
Post a Comment