Wednesday, May 2, 2018

Alternatif Solusi Anomali Pengelolaan Keuangan Kelurahan Moru Kabupaten Alor

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Dalam penyelesaian tugas mata kuliah Teori Organisasi dan Aplikasi yang diampu oleh Bapak Sudiman dengan topik Pengambilan Keputusan, sesungguhnya telah terjadi proses pengambilan keputusan itu sendiri. Pada saat penugasan diberikan pada saat itulah masalah muncul, yakni permasalahan dalam menentukan topik yang akan dianalisis dalam makalah. Pada tahapan ini terjadi diskusi yang intens diantara anggota kelompok. Diskusi guna mencari topik yang mudah dipahami, seluruh anggota kelompok dapat memberikan kontribusi, serta topik yang menarik untuk dibahas.
Beberapa ide muncul untuk dianalisis, antara lain:
1.         Masalah Kebijakan ganjil genap di Gerbang Tol Bekasi;
2.         Masalah akan diaktifkannya kembali becak di Jakarta; dan
3.         Masalah pengelolaan keuangan di Kelurahan Moru, Kabupaten Alor.

Masing-masing pengusung ide menyampaikan alasan mengenai ide yang akan dieksekusi pada makalah. Beberapa kali diskusi baik secara offline maupun online. Dalam pelaksanaan diskusi, karena kendala ruang dan waktu, lebih banyak dilakukan secara online melalui WhatsApp Group yang dibuat oleh Saudara Wawan Kurniawan pada tanggal 2 April 2018 pukul 20.26 WIB, persis setelah perkuliahan dengan butir penugasan kelompok selesai dilaksanakan.
Setelah melalui pemaparan dari masing-masing pengusul ide dan diskusi, anggota kelompok sepakat memutuskan untuk mengangkat ide “Masalah Pengelolaan Keuangan di Kelurahan Moru, Kabupaten Alor”.
Ide ini diambil karena beberapa pertimbangan, diantaranya:
  1. Ide pengelolaan keuangan, khususnya anomali dalam pengelolan, dapat dialami dan dirasakan oleh seluruh instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah.
  2. Masalah pengelolaan keuangan negara sejalan dengan jurusan yang diambil dalam perkuliahan yakni Jurusan Manajemen Keuangan.
  3. Apabila digarap dengan baik, makalah ini akan menjadi input yang baik bagi pemerintah kelurahan Moru Kabupaten Alor untuk solusi dalam permasalahan yang ada.
  4. Hal yang sangat menarik, disaat pengelolaan keuangan dikawal oleh banyak instansi pengawas seperti Inspektorat, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahkan oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) namun praktek anomali masih terjadi seperti kasus di Kelurahan Moru
  5. Latar belakang Kelompok 3 sebagai analis masalah ini terdiri dari individu berlatar belakang variatif seperti, Kelurahan Moru sebagai narasumber permasalahan dan praktik dilapangan, BPK sebagai instansi  pemeriksa, Kementerian Keuangan sebagai instansi pengelola keuangan negara, BPS sebagai supplier data penelitian, serta Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pariwisata sebagai pembanding praktek pelaksanaan pengelolaan keuangan di instasi pemerintah pusat.
Selanjutnya untuk membuat penyelesaian tugas lebih mudah, kami bersepakat untuk meminta Saudara Wawan Kurniawan bertindak sebagai Ketua Kelompok. Hal ini didasari oleh kemampuan serta inisiatif tinggi dalam penyelesaian tugas kelompok ini.
Tahapan selanjutnya adalah pembagian tugas dalam kelompok. Hal ini dilakukan agar setiap anggota kelompok memberikan kontribusi dalam penyelesaian tugas. Pembagian tugas dalam Kelompok 3, antara lain:
  1. Fitri Sumirah bertugas membuat uraian proses pengambilan keputusan dalam penyelesaian tugas kelompok 3.
  2. Aristarkus Mabileti bertugas menguraikan permasalahan yang muncul dari Kelurahan Moru Kabupaten Alor dan merumuskannya.
  3. Musda bertugas menyusun kerangka teori yang akan digunakan dalam pemecahan masalah.
  4. Wawan Kurniawan, Maria Susvita Sari dan Sidik Wasana Adi bertugas melakukan analisis dan pemecahan masalah Kelompok 3 serta membuat kesimpulan.
Selain pembagian tugas diatas, disampaikan pula usulan pelaksanaan presentasi. Susunan presenter dalam pelaksanaan diskusi kelompok nanti adalah:
  1. Presenter Pertama, Fitri Sumirah. Akan memaparkan proses pengambilan keputusan yang ada di Kelompok 3.
  2. Presenter Kedua, Aristarkus Mabileti. Agar lebih “greget”, sebagai pemilik masalah dan eksekutor lapangan akan memaparkan permasalahan-permasalahan yang muncul di Kelurahan Moru, Kabupaten Alor
  3. Presenter Ketiga, Maria Susvita Sari. Akan memaparkan hasil analisis penyusunan alternatif solusi dan pengmabilan keputusan.
Demikian proses pengambilan keputusan pada Kelompok 3. Harapannya akan mampu menghasilkan analisis mendalam mengenai permasalahan pengelolaan keuangan pada k
Kelurahan Moru, Kabupaten Alor dan menampilkan presentasi menarik yang menghasilkan diskusi hidup antar kelompok dalam kelas Teori Organisasi dan Aplikasi.

A.       PENDAHULUAN

Masalah dalam pengelolaan keuangan negara baik pusat maupun daerah memiliki ceritanya sendiri-sendiri. Sebagaimana kita ketahui bersama terkait dengan pengelolaan keuangan negara memiliki risiko yang beragam. Karena sifatnya yang dapat menyilaukan mata, siapa yang terlibat dalam prosesnya dapat silau dan khilaf sehingga menjadi gelap mata untuk mengelola secara tidak patut yang pada akhirnya jatuh kedalam proses korupsi. Pun tidak seluruhnya demikian, masih banyak pengelola keuangan negara yang patut kita apresiasi tinggi karen memiliki sifat amanah dan tertib administrasi sehingga proses pengelolaan keuangan negara berjalan dengan baik.
Pada level pemerintahan pusat kita banyak melihat fakta yang disajikan baik oleh media online dan offline, bukti dari pengadilan atau proses-proses hukum yang masih berjalan mengenai tindakan koruptif yang dilakukan oleh pengelola keuangan negara. Ada pejabat tinggi yang tertangkap tangan, atau pegawai pada level staf yang terbukti melakukan tindakan koruptif. Hal yang sama terjadi pada pemerintah daerah baik pada level legislatif maupun yudikatif. Dari tingkat Kepala Daerah sampai staf “kroco” di Kelurahan yang melakukan tindakan-tindakan berindikasi korupsi.
Menarik untuk dianalisis, pada era saat ini dimana bentuk-bentuk pengawasan dalam pengelolaan keuangan negara telah dilakukan oleh banyak pihak, dimulai dari institusi pengawasan, seperti: Inspektorat, BPKP, BPK, dan KPK atau pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat seperti oleh LSM anti korupsi, pengawasan oleh masyarakat online dan lain-lain, namun praktek-praktek korupsi masih terus berjalan.
Pada makalah ini, penulis melakukan analisis terhadap contoh kecil pengelolaan keuangan negara pada Kelurahan Moru, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor, Provinsi Busa Tenggara Timur. Masalah sederhana yang mungkin banyak dipraktekan pada insitusi lain baik pusat maupun derah atua boleh jadi dipraktekan oleh kita sendiri. Disamping menganalisis permasalahan yang terjadi didalamnya termasuk alternatif solusi yang dikembangkan hingga pengambilan keputusan yang dipilih untuk situasi tersebut.

1.        Latar Belakang Masalah

Moru merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Kelurahan ini merupakan satu dari 20 desa dan kelurahan yang berada di Kecamatan Alor Barat Daya. Desa lainnya adalah Desa Moramal, Desa Morba, Desa Maiwal, Desa kafelulang, Desa Wakapsir, Desa Wakapsir Timur, Desa Pailelang, Desa Probur, Desa probor Utara, Desa Wolwal Induk, Desa Wolwal Selatan, Desa Wolwal Barad, Desa Wolwal Utara, Desa Mataraben, Desa Desa Wormanem.
Sebagai satu-satunya kelurahan di Kecamatan Alor Barat Daya, Kelurahan Moru memiliki kekhususan jika dibandingan dengan 19 wilayah lainnya. Salah satu perbedaan yang dimiliki adalah dalam pengelolaan keuangan kelurahan Moru. Sumber keuangan Kelurahan Moru berasal dari APBD Kabupaten Alor. Sedangkan sumber keuangan 19 wilayah lainnya berasal dari APBN.
Terlepas dari sumber-sumber keuangan yang ada, pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah pada kelurahan Moru dikelola oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) pada kelurahan Moru. Pada tahun 2017, terdapat beberapa peristiwa yang berindikasi pada masalah-masalah dalam pengelolaan keuangan daerah di kelurahan Moru, yaitu:
a.         Kelurahan Moru sangat bergantung pada dana yang tersedia di kas kecamatan Alor Barat Daya. Segala proses pengeluaran dana melalui bendahara kecamatan. Sering tidak tersedia uang untuk pelaksanaan kegiatan seperti membeli perlengkapan kantor dan lainnya. Namun karena hal tersebut mendesak untuk diadakan, maka ASN kelurahan moru berinisiatif melakukan utang kepada penyedia dan melakukan pembayaran apabila dana telah tersedia. Hal ini memiliki kesulitan tersendiri, disamping tidak banyak penyedia yang bersedia menerima “utangan” dari kelurahan, juga hal ini membuat image negatif bahwa kelurahan memiliki utang.
Dengan kata lain terdapat mekanisme Reimbursement  untuk belanja yang dilakukan oleh Kelurahan Moru. Hal ini terjadi karena pada saat pembelian (Barang/Jasa) Kelurahan belum memiliki dana. Dana dapat ditalangi oleh pegawai atau berhutang kepada Penyedia Barang/Jasa
b.         Sistem berutang tadi, menjadi celah yang dimanfaatkan oknum ASN di lingkungan kelurahan Moru untuk melakukan transaksi kebutuhan pribadi atas nama kelurahan. Biasanya piutang dari penyedia ditagihkan kepada kelurahan secara bersamaan pada periode tertentu sehingga sulit melakukan identifikasi siapa oknum yang melakukan perbuatan “nakal” tersebut, dari sejumlah bukti transaksi yang ditemukan. Hal ini bisa saja dilakukan, namum ada effort lebih dan ada leg waktu antara kejadian dan pemeriksaan sehingga menimbulkan kemalasan untuk memproses lebih lanjut.
Sederhanya, terdapat kasus belanja Barang/Jasa oleh oknum ASN di lingkungan Kleurahan Moru untuk kebutuhan pribadi, namun ditagihkan kepada kelurahan. Hal ini terjadi pada saat oknum melakukan Perjalanan Dinas
c.         Terdapat kejadian alokasi dana untuk kelurahan Moru yang terdapat pada kas kecamatan, tidak bisa dicairkan oleh kelurahan Moru. Selidik punya selidik, dana sisa yang dialokasikan untuk kelurahan Moru dipergunakan oleh Bendahara kecamatan unutk kepentingan “lain” namun disertai data dukung yang “sempurna” sehingga terlihat bahwa dana tersebut digunakan oleh kelurhan Moru. Pembuatan Bukti Belanja Fiktif oleh Bendahara di Kecamatan Alor Barat Daya (di Kelurahan Moru tidak terdapat Bendahara) atas dana yang dialokasikan untuk Kelurahan Moru. Pada akhirnya, di akhir periode ketika staf kelurahan Moru mengajukan SPJ unutk pencairan dana, hal tersebut tidak bisa dilakukan karena dana yang teralokasi sudah terpakai.

2.        Perumusan Masalah

Dari uraian Latar belakang permasalahan diatas dapat dirumuskan permasalahan pengelolaan keuangan di Kelurahan Moru adalah “Bagaimana Keputusan untuk memperbaiki anomali dalam pengelolaan keuangan pada Kelurahan Moru Kecamatan Alor Barat Daya Kabupaten Alor?”.

B.       KERANGKA TEORI

Untuk menjelaskan permasalahan-permasalahan dalam topik pengambilan keputusan yang telah diuraikan dimuka dapat melihat pada teori-teori sebagai berikut:

1.        Teori Pengelolaan Keuangan Kelurahan

Terkait dengan pengelolaan keuangan kelurahan, perlu diperhatikan perbedaan antara Kelurahan dan Desa pada tabel berikut:
Sumber: http://danperbedaan.blogspot.co.id
 Pada tabel diatas terlihat perbedaan mendasar antara desa dan kelurahan dalam pendanaan adalah sumber dananya. Sumber dana Desa berasal dari APBN sedangkan sumber dana Kelurahan berasal dari APBD. Selebihnya untuk pengelolaan keuangan kelurahan dapat merujuk ke Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 2005 tentang Kelurahan dan Peraturan terkait Pengelolaan Keuangan Negara (Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara).

2.        Teori Pengambilan Keputusan

Pengertian Pengambilan Keputusan
Keputusan menurut Mc Farland (Handayaningrat:1990): “Decision is an act of choice wherein an executive forms a conclusion about what must or must not be done in a given situation) Keputusan ialah suatu tindakan pemilihan dimana pimpinan menentukan suatu kesimpulan tentang apa yang harus atau tidak harus dilakukan dalam situasi yagn tertentu..
Menurut George R. Terry pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada. Menurut James A. F. Stoner pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah.
Dasar Pengambilan Keputusan
Menurut George R.Terry dan Brinckloe disebutkan dasar-dasar pendekatan dari pengambilan keputusan yang dapat digunakan yaitu :
§   Intuisi
Pengambilan keputusan yang didasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat subjektif sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi ini mengandung beberapa keuntungan dan kelemahan.
§   Pengalaman
Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis, karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat diperhitungkan untung ruginya terhadap keputusan yang akan dihasilkan. Orang yang memiliki banyak pengalaman tentu akan lebih matang dalam membuat keputusan akan tetapi, peristiwa yang lampau tidak sama dengan peristiwa yang terjadi kini.
§   Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat, solid dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambilan keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.
§   Wewenang
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan.
§   Logika/Rasional
Pengambilan keputusan yang berdasarkan logika ialah suatu studi yang rasional terhadap semuan unsur pada setiap sisi dalam proses pengambilan keputusan. Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada pengambilan keputusan secara logika terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
-       Kejelasan masalah.
-       Orientasi tujuan : kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai.
-       Pengetahuan alternatif : seluruh alternatif diketahui jenisnya dan konsekuensinya.
-       Preferensi yang jelas: alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria.
-     Hasil maksimal: pemilihan alternatif terbaik didasarkan atas hasil ekonomis yang maksimal.

Tingkatan dalam Pengambilan Keputusan
Berdasarkan tingkatannya pengambilan keputusan dapat dibedakan menjadi:
§   Tingkat Strategis
Berkaitan dengan hal-hal di antarannya: 1) informasi-informasi dari luar yang memilki kompetisi, konsumen dan ketersediaan proses dan kajian demografis konsumen; 2) informasi mengenai kecendurungan masa yang akan datang atau informasi yang bersifat prediktif untuk jangka panjang;  3) Informasi yang bersifat simulasi mengenai hal-hal yang seandainya atau diandaikan mungkin terjadi.
§   Tingkat Taktis
Berkaitan ddengan informasi-informasi yang menyangkut masalah sebagai berikut: 1) historis deskriptif; 2) informasi mengenai kinerja saat ini; 3) informasi yang bersifat prediktif untuk jangka pendek; dan 4) informasi yang bersifat simulasi mengenai hal yang diandaikan mungkin terjadi.
§   Tingkat Teknis
Berkaitan dengan informasi-informasi yang menyangkut masalah sebagai berikut: 1) historis deskriptif; 2) informasi mengenai kinerja saat ini.

C.        ANALISIS

1.        Profile Kelurahan Moru,  Kabupaten Alor

Kelurahan Moru merupakan satu-satunya kelurahan pada kecamatan Alor Barat Daya kabupaten Alor. Struktur Pemerintahan Kelurahan Alor dapat dilihat pada gambar berikut:

2.        Analisis Pengelolaan Keuangan Kelurahan Moru

Sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan Keuangan Daerah yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor13 Tahun 2006 sebagaimana telah disempurnakan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, maka kebijakan umum Keuangan Daerah ditempuh dengan tujuan utama meningkatkan kapasitas keuangan daerah.
Dalam pelaksanan dan penatausahaan keuangan daerah, Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah mendelegasikan kewenangannya kepada Kepala  Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah, sedangkan wewenang sebagai pejabat pengelola keuangan daerah dilimpahkan dan dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai pengguna anggaran dan barang dibawah koordinasi Sekretaris Daerah.
Selanjutnya sebagai pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, maka Pemerintah Daerah bersama DPRD menetapkan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah.
Berdasarkan informasi didapatkan keterangan bahwa di Kelurahan Moru, Kecamatan Alor Barat Daya, kabupaten Alor terapat beberapa permasalahan yang terkait dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa/Kelurahan. Beberapa permasalahan tersebut menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Permasalahan-permasalahan tersebut sebagai berikut:

a.        Permasalahan Hutang
Kelurahan Moru sangat bergantung pada dana yang tersedia di kas Kecamatan Alor Barat Daya. Segala proses pengeluaran dana melalui bendahara kecamatan. Sering tidak tersedia uang untuk pelaksanaan kegiatan seperti membeli perlengkapan kantor dan lainnya. Namun karena hal tersebut mendesak untuk diadakan, maka ASN Kelurahan Moru berinisiatif melakukan utang kepada penyedia dan melakukan pembayaran apabila dana telah tersedia. Hal ini memiliki kesulitan tersendiri, disamping tidak banyak penyedia yang bersedia menerima “utangan” dari kelurahan, juga hal ini membuat image negatif bahwa kelurahan memiliki utang. Dengan kata lain terdapat mekanisme reimbursement  untuk belanja yang dilakukan oleh Kelurahan Moru. Hal ini terjadi karena pada saat pembelian (Barang/Jasa) Kelurahan belum memiliki dana. Dana dapat ditalangi oleh pegawai atau berhutang kepada Penyedia Barang/Jasa.
Pembahasan:
Prinsip dasar pengelolaan Belanja Daerah adalah Belanja harus diarahkan untuk mendukung kebijakan yang telah ditetapkan dengan memperhatikan perbandingan antara masukan dan keluaran, dimana keluaran dari belanja dimaksud dapat dinikmati oleh masyarakat. Arah pengelolaan belanja daerah adalah sebagai berikut :
a.         Efisiensi dan Efektifitas Anggaran
Dana yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk meningkatkan pelayanan kemasyarakatan yang dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
b.         Prioritas
Penggunaan anggaran difokuskan untuk mendanai kegiatan dibidang pendidikan, kesehatan, pengembangan wilayah, penciptaan lapangan kerja, peningkatan infrastrukur guna mendukung ekonomi kerakyatan dan pertumbuhan ekonomi serta diarahkan untuk penanggulangan kemiskinan.
c.         Tolok Ukur dan Target Kinerja
Belanja Daerah pada setiap kegiatan disertai tolok ukur dan target pada setiap indikator kinerja yang meliputi masukan, keluaran dan hasil yang akan dicapai dari suatu kegiatan.
d.         Optimalisasi Belanja Langsung.
Belanja Langsung diuapayakan dapat memperoleh hasil ganda yang disusun atas dasar kebutuhan riil masyarakat guna mempercepat tercapainya tujuan pembangunan.
e.         Transparansi dan Akuntabel
Setiap penerimaan dan pengeluaran belanja daerah harus mudah diakses oleh publik dan pengelolaannya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan.
Berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang masuk ke dalam Satuan kerja Perangat daerah (SKPD) hanya sampai dengan Kecamatan, sedangkan kelurahan tidak lagi masuk menjadi SKPD. Dengan adanya aturan tersebut maka secara otomatis pengelolaan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kelurahan Moru akan Masuk dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) kecamata Alor Barat Daya. Kebutuhan anggaran kelurahan akan disesuaikan dan disusun oleh Kecamatan Alor Barat Daya. Sehingga semua belanja kelurahan Moru akan melalui Bendahara Pengeluaran Kecamatan Alor Barat Daya.

Untuk utang yang dilakukan oleh Kelurahan Moru dalam memenuhi kebutuhan atas perlengkapan kantor, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Utang adalah Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah daerah dan/atau kewajiban pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah. Sehingga tidak tepat bila Kelurahan Moru belanja perlengkapan kantor dengan cara utang. Walaupun prakteknya, hal ini sering dilakukan oleh Pemerintah Daerah bila memerlukan suatu barang dalam kondisi segera. Sedangkan untuk mekanisme reimbursement tidak dikenal dalam Pengelolaan Keuangan Daerah.

b.        Permasalahan Penyalahgunaan Jabatan/Wewenang
Sistem berutang tadi, menjadi celah yang dimanfaatkan oknum ASN di lingkungan kelurahan Moru untuk melakukan transaksi kebutuhan pribadi atas nama kelurahan. Biasanya piutang dari penyedia ditagihkan kepada kelurahan secara bersamaan pada periode tertentu sehingga sulit melakukan identifikasi siapa oknum yang melakukan perbuatan “nakal” tersebut, dari sejumlah bukti transaksi yang ditemukan. Hal ini bisa saja dilakukan, namum ada effort lebih dan ada leg waktu antara kejadian dan pemeriksaan sehingga menimbulkan kemalasan untuk memproses lebih lanjut. Sederhanya, terdapat kasus belanja Barang/Jasa oleh oknum ASN di lingkungan Kelurahan Moru untuk kebutuhan pribadi, namun ditagihkan kepada kelurahan. Hal ini terjadi pada saat oknum melakukan Perjalanan Dinas.
Pembahasan:
Perjalanan dinas adalah sebuah keharusan, dan sering melekat pada pelaksanaan tugas dan fungsi satuan kerja. Oleh karena itu disediakan dana dalam APBD untuk keperluan belanja perjalanan dinas. Komponen Biaya yang melekat pada Biaya Perjalanan Dinas adalah Uang harian, Biaya Transport, dan Biaya Penginapan. Setiap daerah harus memiliki Standar Biaya Perjalanan Dinas yang menjadi acuan dalam proses pencairan komponen biayanya.

Dalam rangka mencairkan komponen biaya tersebut salah satu persaratannya adalah dilengkapi dengan bukti dokumentasi yang sah dan lengkap. Misalnya tiket atau karcis untuk pemanfaatan alat trasnportasi, Kuitansi atau Invoice sebagai bukti pembayaran hotel, dan untuk pencairan uang harian disesuaikan dengan pangkat dan jabatan masing-masing pegawai yang melaksanakan tugas perjalanan  dinas tersebut. Apabila dokumen pendukung yang disampaikan kepada bendahara pengeluaran tidak sesuai dengan aslinya maka Pegawai yang bersangkutan tidak dapat mencairkan biaya perjalanan dinasnya dan dapat dikenakan sangkaan pemalsuan atas dokumen perjalanan dinas. Adapun tagihan-tagihan diluar dengan keperluan perjalanan dinas tidak dapat ditagihkan kepada Bendahara pengeluaran dan bendahara pengeluaran tidak diperkenankan melalukan pencairan atas dana yang diluar dari Biaya Perjalanan Dinas. Karena setiap uang daerah yang dipergunakan dalam perjalanan dinas harus dapat dipertanggungjawabkan dengan semestinya.

c.         Permasalahan Penyalahgunaan Anggaran
Terdapat kejadian alokasi dana untuk kelurahan Moru yang terdapat pada kas kecamatan, tidak bisa dicairkan oleh kelurahan Moru. Selidik punya selidik, dana sisa yang dialokasikan untuk kelurahan Moru dipergunakan oleh Bendahara kecamatan unutk kepentingan “lain” namun disertai data dukung yang “sempurna” sehingga terlihat bahwa dana tersebut digunakan oleh kelurhan Moru. Pembuatan Bukti Belanja Fiktif oleh Bendahara di Kecamatan Alor Barat Daya (di Kelurahan Moru tidak terdapat Bendahara) atas dana yang dialokasikan untuk Kelurahan Moru. Pada akhirnya, di akhir periode ketika staf kelurahan Moru mengajukan SPJ unutk pencairan dana, hal tersebut tidak bisa dilakukan karena dana yang teralokasi sudah terpakai.
Pembahasan:
Pencairan anggaran yang tidak sesuai dengan peruntukkan tidak dibenarkan. Apalagi dengan cara memalsukan dokumen pendukungnya. Hal tersebut termasuk dalam kategori tindak pidana Pemalsuan Dokumen. Dalam peraturan pengelolaan keuangan daerah pun telah ditegaskan bahwa setiap pencairan atas dana yang dikeluarkan dari Kas daerah hanya diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan Daerah sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah disahkan oleh DPRD menjadi Peraturan Daerah. Bendahara Kecamatan Alor Barat Daya dapat dituntut dengan Hukum Pidana atas Bukti Belanja Fiktif yang dibuatnya.

2.        Alternatif  Solusi

Pada bagian ini penulis mencoba memeberikan alternatif solusi terhadap permasalahan utama di atas.
a.        Mekanisme Uang Persediaan
Dalam  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 disebutkan definisi Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP yaitu uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satuan kerja atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung. UP digunakan untuk keperluan membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker dan membiayai pengeluaran yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS”.
Pada Pasal 43 juga disebutkan sebagai berikut:
1.       Pembayaran dengan UP yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP kepada 1 (satu) penerima/ penyedia barang/jasa paling banyak sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) kecuali untuk pembayaran honorarium dan perjalanan dinas.
2.       UP dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran:
a.       Belanja Barang;
b.       Belanja Modal; dan
c.       Belanja Lain-lain
Selanjutnya sesuai dengan penjelasan diatas, pengeluaran atas belanja keperluan kantor di alokasikan dengan menggunakan Mekanisme Uang Persediaan, sehingga bendahara dapat segera mencairkan uang sebesar nilai uang yang dipergunakan untuk Belanja keperluan kantor. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Didalam Pemendagri tersebut diatur mekanisme terkait pencairan dana untuk Belanja keperluan kantor.
b.        Sosialisasi Pengelolaan Dana Kelurahan
Untuk efektivitas pengelolaan dana kelurahan Moru termasuk didalamnya permasalahan hutang kelurahan, penyalahgunaan jabatan/wewenang, serta bagaimana seharusnya keuangan kelurahan dikelola sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku sebaiknya perlu dilakukan sosialisasi pengelolaan dana kelurahan kepada seluruh aparatur sipil negara dan tenaga kerja lainnya yang bersangkutan.
Sosialisasi dapat menghubungi pihak kecamatan untuk menyediakan nara sumber atau dapat berkomunikasi dengan desa lain yang mungkin telah memiliki pendamping desa dalam hal pengelolaan dana desa. Atau pemerintah kelurahan dapat berkordinasi dengan kantor-kantor pengelola keuangan negara/daerah seperti Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara terdekat.
c.         Penerapan Hukuman Disiplin
Tindakan terkait oknum ASN di lingkungan kelurahan Moru yang melakukan transaksi kebutuhan pribadi atas nama kelurahan yang dapat dilakukan oleh pemerintah kelurahan Moru diantaranya melalui klausul-klausul dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Harapannya dengan penerapan hukuman disiplin dapat memberikan efek jera pada ASN bersangkutan serta sebagai peringatan bagi ASN lain yang mungkin saja terinspirasi dari praktek-praktek tersebut.
d.        Mutasi Pegawai
Dalam rangka pembinaan pegawai, pemerintah kelurahan  Moru dapat memikirkan usulan mutasi pegawai dari bidang tugas yang selama ini dijalani ke bidang penugasan lain. Disamping sebagai upaya penyelesaian masalah, solusi ini juga bermanfaat sebagai upaya penyegaran terhadap pegawai bersangkutan. Manfaatnya akan terasa bagi unit yang ditinggalkan karena akan diisi oleh pegawai baru yang mungkin memiliki inovasi-inovasi dalam pelaksanaan penugasannya. Disamping itu bagi pegawai yang dipindahkan dapat berarti tantangan baru dengan ruagn lingkup pekerjaan dan lingkungan pekerjaan yang mungkin berbeda.
e.        Penerapan Keterbukaan Informasi Publik oleh Kecamatan Alor Barat Daya dan/atau Kelurahan Moru
Era saat ini dalah transparansi. Hal baik ini dapat ditiru oleh Kecamatan Alor Barat daya juga Kelurahan Moru. Bentuknya secara elektronik melalui posting status keuangan pada website kecamatan Alor Barat daya atau kelurahan Moru atau pada website Pemerintah Kabupaten Alor. Secara sederhana keterbukaan informasi publik dapat disampaikan melalui baliho-baliho yang dipasang pada lokasi-lokasi strategis di kecamatan Alor Barat Daya atau di Kelurahan Moru, dengan mencantumkan nomor contact yang dapat dihubungi oleh masyarakat.
Penerapan informasi publik diharapkan jadi kampanya positif pelaksanaan pemerintahan kelurahan Moru sekaligus sebagai upaya perlindungan diri dari ektivitas merugikan keuangan negara.
f.          Peningkatan pengawasan pengelolaan keuangan oleh aparatur pengawasan daerah dan Masyarakat
Berlanjut dari kegiatan sosialisasi yang diharapkan mampu mencipta awareness dalam pengelolaan keuangan daerah, yang berujung pada pengelolaan dana efektif dan efisien. Selanjutnya dalam pelaksanaan check and balance perlu dilakukan pengawasan pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah. Hal ini menjadi tugas lembaga pengawasan daerah untuk meningkatkan peran pengawasan guna penciptaan pengalolaan keuangan daerah yang akuntabel untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat. Peran pengawasan dapat dilakukan oleh lembaga pengawasan daerah atau pengawasan yang dilakukan secara melekat oleh pimpinan.  
Selain itu, pengawasan dapat dilakukan pula dengan bekerjasama dengan elemen organisasi masyarakat, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pers, dan Lembaga Musyawarah Desa/Kelurahan dalam pengawasan kinerja Perangkat Kelurahan Moru. Peranan masayarakat dalam pengawasan terhadap pemerintahan Kelurahan Moru menjadi sangat penting untuk meminimalisir penyalahgunaan wewenang/jabatan dan anggaran. Biasanya Perangkat Desa/Kelurahan merasa “ngeri” apabila penyalahgunaan wewenang/jabatan dan anggaran tersebut sampai diketahui oleh LSM, Pers, dan LMD.. Peran mereka dapat menjadi kepanjangan tangan dari Inspektorat, BPKP, BPK, dan KPK dalam pengawasan kinerja Perangkat Kelurahan Moru dan pengelolaan anggaran di Kelurahan Moru.

3.        Pemilihan Alternatif  Solusi

Dari 6 alternatif solusi yang ditawarkan kepada Pemerintah Kelurahan Moru, yaitu:
a.       Mekanisme Uang Persediaan
b.       Sosialisasi Pengelolaan Dana Kelurahan
c.       Penerapan Hukuman Disiplin
d.       Mutasi Pegawai
e.       Penerapan Keterbukaan Informasi Publik oleh Kecamatan Alor Barat Daya dan/atau Kelurahan Moru
f.        Peningkatan pengawasan pengelolaan keuangan oleh aparatur pengawasan daerah
Selanjutnya dapat dipilih alternatif terbaik untuk menyelesaikan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya. Menutur hemat penulis alternatif solusi yang dapat diambil untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahn diatas adalah:
a.       Mekanisme Uang Persediaan
b.       Sosialisasi Pengelolaan Dana Kelurahan
c.       Penerapan Hukuman Disiplin

D.       KESIMPULAN

Berdasarkan informasi dan uraian di atas didapatkan keterangan bahwa di Kelurahan Moru, Kecamatan Alor Barat Daya, Kabupaten Alor terapat beberapa permasalahan yang terkait dengan permasalahan pengelolaan keuangan dan kinerja. Beberapa permasalahan tersebut menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain:
1.         Permasalahan hutang;
2.         Permasalahan penyalahgunan wewenang/jabatan; dan
3.         Penyalahgunaan anggaran.
Berdasarkan uraian alternatif solusi, dipilih tiga solusi terkait dengan permasalahan-permasalahan tersebut yaitu:
1.          Mekanisme Uang Persediaan
2.          Sosialisasi Pengelolaan Dana Kelurahan
3.          Penerapan Hukuman Disiplin


DAFTAR PUSTAKA


Handayaningrat, Soewarno. 1990. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Jakarta: Haji Masagung.
https://ismaan.wordpress.com/2015/05/19/definisi-dan-dasar-pengambilan-keputusan/
https://www.aristo.id/3-tingkatan-dan-proses-dalam-pengambilan-keputusan/
https://id.wikipedia.org/wiki/Alor_Barat_Daya,_Alor
http://danperbedaan.blogspot.co.id/2016/04/perbedaan-desa-dan-kelurahan-uu.html
https://raka1572.wordpress.com/2013/10/31/perbedaan-desa-kelurahan/
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 2005 tentang Kelurahan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.07/2017 tentang Tata Cara Pengalokasian Dana Desa Setiap Kabupaten dan Penghitungan Rincian Dana Desa Setiap Desa.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.07/2017 tentang Perubahan Rincian Dana Desa Menurut Daerah Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2018.
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara

2 comments: