Wednesday, April 8, 2009

Analisa Artikel ”TELKOM Kerja Sama Dengan China Great Wall Industri Corp. (CGWIC) Mendesain Satelit Komunikasi”

Latar Belakang Kerjasama

Indonesia sebagai satu negara besar berbentuk kepulauan memerlukan berbagai sistem telekomunikasi yang handal serta mampu menjangkau seluruh pelosok tanah air. Di sisi lain, juga diperlukan suatu tulang punggung sistem telekomunikasi nasional yang saling terintegrasi sehingga kehandalan telekomunikasinya tetap bisa terjamin. Teknologi satelit merupakan salah satu tulang punggung telekomunikasi nasional saat ini.

Menjelang berakhirnya usia aktif Satelit TELKOM-1 milik PT. Telkom Tbk. pada tahun 2014, mau tidak mau persiapan untuk meluncurkan satelit pengganti sudah mulai harus dilakukan. Perkembangan penguasaan teknologi satelit telekomunikasi juga semakin membuat banyak pilihan. Tentunya dengan tujuan untuk mendapatkan satelit yang handal dengan lebih efisien dan efektif. Jika selama ini teknologi satelit telekomunikasi lebih banyak didominasi negara maju di Amerika, Eropa dan Rusia, kini juga muncul Cina sebagai salah satu negara yang diakui penguasaan teknologi tingginya.

Untuk menjajagi hal itu, PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM) melakukan kerja sama dengan The China Great Wall Industry Corporation (CGWIC). Program kerja sama ini diawali dari kunjungan Presiden SBY ke China tahun 2006 yang lalu yang kemudian dilanjutkan dengan pembicaraan antara delegasi China dengan delegasi Indonesia di Jakarta yang dipimpin oleh LAPAN pada tanggal 11-13 September 2006.

Profil Singkat CGWIC

Berdiri tahun 1980, CGWIC yang berkantor di District Haidian Beijing ini merupakan perusahaan yang diakui resmi pemerintah Cina sebagai penyedia layanan teknologi luar angkasa. CGWIC berada dibawah Kementerian Industri Luar Angkasa Cina dan dikenal reputasinya sebagai pembuat satelit telekomunikasi dan broadcasting. CGWIC juga memiliki kemampuan untuk meluncurkan sendiri satelit ke Geo Stationary Orbit (GSO) menggunakan roket Long March. CGWIC tercatat telah meluncurkan satelit ke orbit hampir 100 kali sejak pertama kali berdiri pada tahun 1980, menggunakan berbagai tipe roket peluncur yang dikembangkannya.

Profil Singkat PT. Telkom Tbk.

PT Telekomunikasi Indonesia yang selanjutnya disebut TELKOM, merupakan perusahaan informasi dan komunikasi serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap (full service and network provider) yang terbesar di Indonesia. Visi : To become a leading information and communication player in the region”. Telkom berusaha untuk menempatkan diri sebagai perusahaan Infocom terkemuka di Asia Tenggara, Asia dan akan berlanjut di kawasan Asia Pasifik. Misi : Memberikan layanan “one stop infocom” dengan jaminan bahwa, pelanggan akan mendapatkan layanan terbaik berupa kemudahan, produk dan jaringan berkualitas, dengan harga kompetitif”.

Kepemilikan saham Telkom saat ini dimiliki oleh pemerintah Republik Indonesia sebesar 51,19% dan kepemilikan oleh publik sebesar 48,81%. Sebagian dimiliki oleh investor asing sebesar 45,58% dan sisanya dimiliki oleh investor lokal sebesar 3,23% dengan kapitalisasi pasar untuk saham Telkom saat ini berkisar 15% dari total kapitalisasi pasar BEJ.

TELKOM sendiri juga telah berpengalaman di dalam mengoperasikan dan mengelola bisnis satelit komunikasi. Sejauh ini, TELKOM telah dan sedang mengoperasikan 9 satelit sejak generasi Palapa A hingga kini beroperasi satelit TELKOM-1 dan TELKOM-2. Satelit TELKOM-1 diluncurkan pada tanggal 13 Agustus 1999, dan satelit TELKOM-2 pada tanggal 17 Nopember 2005. Kedua satelit milik TELKOM ini merupakan satelit komunikasi geosynchronous (Geo) dan masing-masing memiliki kapasitas 24 transponder standard dan beroperasi pada frekuensi C-band. Masa usia aktif keduanya adalah 15 tahun sejak diluncurkan. Dari posisi orbitnya di posisi 118 derajat bujur timur dan 108 derajat bujur timur, kedua satelit TELKOM ini cakupan pelayanannya bisa menjangkau wilayah Asia Tenggara, sebagian India, dan utara Australia.

Bentuk Kerjasama

Dengan kemampuan dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki bersama tersebut, TELKOM dan CGWIC menjajaki kemungkinan kerja sama melalui satu nota kesepahaman dalam mengembangkan dan membuat satelit telekomunikasi. Untuk itu, MoU antara TELKOM dan CGWIC ini ditandatangani Direktur Utama/CEO TELKOM Arwin Rasyid dan Presiden Direktur CGWIC Wang Haibo di Grand Hyatt Beijing pada tanggal 16 Pebruari 2007. Lingkup kerja sama dalam MoU tersebut meliputi studi kemungkinan CGWIC untuk menyediakan pelayanan untuk desain, pabrikasi, perakitan, pengetesan dan peluncuran berbagai jenis satelit untuk orbit geo stasioner yang dibagi dalam bentuk kegiatan :

1. Mengorganisasikan working group untuk desain satelit geo stasioner dengan melakukan elaborasi spesifikasi desain satelit dan fasilitas telemetry tracking & command untuk satelit komunikasi dan aplikasi jaringan satelit lainnya.

2. Studi tentang kebutuhan satelit masa depan (satelit navigasi, cuaca, dll) dan bukan hanya untuk platform satelit telekomunikasi.

3. Studi tentang aspek teknis satelit komunikasi dan kendaraan peluncurnya.

Menurut Arwin Rasyid, TELKOM membutuhkan teknologi satelit untuk semakin memperkuat lini bisnis telekomunikasi yang menjadi tanggung jawabnya sebagai perusahaan sekaligus agen pembangunan. ”Kerja sama dengan CGWIC ini strategis karena TELKOM bisa mengoptimalkan sumber daya manusia (SDM) yang menguasai teknologi ini. Kami bisa melibatkan mereka di dalam rancang bangun desain dan pembuatan satelit ini nantinya,” tutur Arwin.

Dalam tahap awal, TELKOM dan CGWIC akan membuat tim kerja bersama untuk menentukan spesifikasi teknis dan desain satelit sesuai dengan kebutuhan yang ada. Pengkajian bersama ini dilakukan selama masa kerja awal 1 tahun. Hasil kerja dan kajian tim ini akan disampaikan kepada manajemen kedua perusahaan untuk dikaji aspek finansial dan bisnisnya.

Analisa Kerjasama

Aliansi Stratejik merupakan suatu upaya dari dua atau lebih badan (usaha) yang secara bersama-sama berusaha meraih suatu tujuan yang telah disepakati bersama dengan tetap menjaga independensi formasi aliansi dan keterikatan badan usaha yang menjadi mitra aliansi (Sierra, 1995).

Manfaat yang diperoleh dari Aliansi Strtatejik antara lain terjadinya proses Transfer of Knowledge, Transfer of Technology, dan Transfer of Resources yang pada akhirnya akan menguntungkan pihak-pihak yang melakukan kerjasama tersebut.

Martin K. Star dalam “Global corporate Aliances and Competitive Edge” mendefinisikan aliansi (kerjasama) sebagai suatu bentuk perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh dua perusahaan atau lebih, dengan bermodalkan keunggulan kompetitif masing-masing perusahaan untuk memperoleh keuntungan bersama.

Sebelum suatu perusahaan, baik itu perusahaan swasta maupun perusahaan pemerintah memutuskan untuk membentuk suatu kerjasama (aliansi) dengan pihak lain, maka langkah penting yang harus dilakukan perusahaan adalah melakukan analisis terhadap pemilihan mitra usahanya yaitu dengan instrumen keserasian (compatibality), kemampuan (capability) dan komitmen (commitment).

Keserasian (Compatibility) sangat bernilai dan penting dalam membangun kemitraan. Secara sederhana kemitraan dapat dilukiskan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan dan perbedaan yang dibawa oleh masing-masing perusahaan yang beraliansi. Cara paling mudah untuk mendapatkan mitra yang serasi adalah dengan mengamati dan menganalisa pengalaman kerjasama yang pernah dilakukan oleh calon mitra yang bersangkutan. Dua faktor utama untuk mendapatkan kriteria compatibility dari mitra adalah pertama, faktor fisik calon mitra (hard factors), yakni segala yang berkaitan dengan hubungan interdependensi dan cara berbagi operasi. Kedua adalah faktor manusia (soft factors).

Kemampuan (capability) adalah kemampuan untuk memberikan kontribusi kekuatan dan sumber daya yang komplomenter untuk beraliansi. Untuk melihat kemampuan dari calon mitra yang akan kita ajak bekerja sama adalah dengan membentuk tim ahli untuk menangani studi kelayakan dari setiap kandidat.

Komitmen (Commitment) diperlukan untuk memperkuat dasar kerjasama atas ketersediaan kemampuan dan keserasian dengan calon mitra, tanpa ada komitmen bersama untuk menginvestasikan waktu, energi, dan sumberdaya maka peluang untuk berhasil akan lepas.

Ketiga hal tersebut diatas dapat dianalisa melalui sedikit keterangan yang berasal dari mitra kerja tersebut, yakni manajemen, profil pemegang saham, serta riwayat usaha. Dalam aspek manajemen kita dapat melihat layak atau tidaknya mitra usaha menjadi partner kita dalam beraliansi melalui tingkat pendidikan formal dan non formal orang-orang di jajaran manajemen. Reputasi profesional mereka dalam biang yang mereka kelola, kompetensi manajerial serta jejaring usaha yang mereka miliki. Bila melihat reputasi dari CGWIC yang notabene merupakan salah satu ”BUMN” yang cukup lama berdiri yakni tahun 1980, serta tercatat telah lebih dari 100 kali melakukan peluncuran satelit, terlihat CGWIC telah memenuhi kriteria-kriteria diatas. Merujuk kepada profil pemegang saham, CGWIC merupakan ”BUMN” yang mayoritas sahamnya dipegang oleh pemerintah, maka tidak jauh berbeda dengan kondisi Telkom sendiri. Dari sisi Riwayat usaha, nampaknya CGWIC termasuk perusahaan yang memiliki track record yang baik, aspek legalitasnya sudah tidak diragukan lagi karena merupakan salah satu ”BUMN” di Cina. Pengalaman kerja serta reputasinya juga dinilai baik. Sehingga berdasarkan ketiga kriteria tersebut, instrumen keserasian (compatibality), kemampuan (capability) dan komitmen (commitment) dalam kerjasama antara PT. Indosat Tbk dan CGWIG dapat melanjutkan kerjasama pada tataran yang lebih real, yakni merealisasikan butir-butir kegiatan yang ada pada MOU.

Beberapa hal juga patut diperhitungkan dengan seksama oleh Telkom, semisal melakukan kerjasama dengan partner yang baru. Kerjasama dalam bidang teknologi komunikasi by satelit, yang dahulu dilakukan dengan bekerjasama oleh perusahaan-perusahaan yang berasal dari Amerika dan Eropa namun kini dilakukan dengan bekerjasama dengan perusahaan yang berasal dari Cina. Selain kemampuan, keserasian, serta komitmen perlu di lihat juga motif bisnis yang dilakukan oleh CGWIC, sebagai bentuk kerjasama yang strategis, yakni dalam industri telekomunikasi berupa teknologi satelit, maka perlu diperhatikan azas kerahasiaan negara. Jangan sampai kasus yang terjadi pada privatisasi Indosat secara sedikit demi sedikit terjadi pada Telkom, walaupun bukan dalam tataran privatisasi.

Selain beberapa hal yang telah dikemukakan atas, dan tampaknya kerjasama Telkom dan CGWIC tinggal menunggu waktu saja untuk release kegiatan yang sebenarnya, masing-masing pihak terlebih dahulu harus mengecek kembali urgenitas kerjasama tersebut.

Kerjasama dalam mengembangkan dan membuat satelit telekomunikasi yang dilakukan oleh Telkom dan CGWIC, yang tertuang dalam butir kegiataan :

1. Mengorganisasikan working group untuk desain satelit geo stasioner dengan melakukan elaborasi spesifikasi desain satelit dan fasilitas telemetry tracking & command untuk satelit komunikasi dan aplikasi jaringan satelit lainnya.

2. Studi tentang kebutuhan satelit masa depan (satelit navigasi, cuaca, dll) dan bukan hanya untuk platform satelit telekomunikasi.

3. Studi tentang aspek teknis satelit komunikasi dan kendaraan peluncurnya.

Jika dianalisa dengan seksama, kegiatan-kegiatan tersebut sejalan dengan core competition kedua belah pihak, pihak CGWIC dengan core sebagai penyedia layanan teknologi luar angkasa, sudah barang tentu dengan senang hati melakukan kerjasama ini, selain sebagai ”lahan basah” untuk menambah pundi-pundi keuangannya, CGWIC juga melakukan kerjasama ini sebagai ajang untuk membuktikan dirinya sebagai pemain kelas dunia, serta sebagi bentuk peran aktif kepada pemerintahnya, yang mana kerjasama ini di dahului dari kunjungan presiden SBY ke Cina beberapa waktu lalu. Dengan ambil bagian dala proyek ini, SGWIC semakin mengukuhkan dirinya sebagi perusahaan yang bercitra baik dimata pemerintah Cina.

Bagi pihak Telkom, kerjasama ini tentu menguntungkan, dalam masalah harga, kemungkinan nilai yang ditawarkan oleh pihak CGWIC ini lebih murah dibanding dengan yang ditawarkan oleh perusahaan dari Amerika dan Eropa, dan tentunya nilai kerjasama ini juga cukup besar dari sisi finansial. Selain itu bagi Telkom, dalam hal teknologi satelit boleh jadi akan terjadi transfer of knowledge yang besar terhadap, SDM-SDM yang ada di Telkom, yang pada akhirnya akan menjadi nilai tambah yang tak ternilai kelak.

Dilihat dari model kerjasama yang diterapkan, kerjasama antara Telkom dan CGWIC menganut kerjasama operasi berupa sub model, BTO (Built Transfer Operate). Yakni penanganan KSO dimana mitra kerjasama sebagai pengembang fasilitas mengalihkan kepemilikan fasilitas kepada perusahaan segera setalah dibangun dan selanjutnya perusahaan memberikan izin kepada mitra kerjasama untuk mengoperasikan fasilitas tersebut selama jangka waktu tertentu sebagai kompensasi investasi yang telah ditanamkan. Namun dalam tataran realisasinya masih belum terlihat karena kerjasama ini masih dalam tataran kesepahaman yang kuat indikasinya untuk diwujudkan.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut, kerjasama yang dilakukan antara PT. Telkom Tbk dan The China Great Wall Industry Corporation (CGWIC) yakni yang bergerak dalam menyediakan pelayanan untuk desain, pabrikasi, perakitan, pengetesan dan peluncuran berbagai jenis satelit untuk orbit geo stasioner dalam frame pengembangkan dan pembuatan satelit telekomunikasi, akan berjalan dengan lancar serta mampu mencapai tujuan yang diharapkan jika instrumen-instrumen berupa keserasian (compatibality), kemampuan (capability) dan komitmen (commitment) terpenuhi.

DAFTAR PUSTAKA

Pramono, Agung Drs. M.A, Heru Nurasa, Drs, M.A : Aliansi Stratejik (Business Strategic Alliance), STIA LAN. 2002, Jakarta.

Wikipedia Indonesia, Telkom, Online diakses 1 Mei 2007, (http://id.wikipedia.org/wiki/telkom)

PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk., TELKOM Kerja Sama Dengan China Great Wall Industri Corp. (CGWIC) Mendesain Satelit Komunikasi, online diakses 28 Mei 2007 ( http://www.telkom.co.id/pojok-media/siaran-pers)


No comments:

Post a Comment