Wednesday, April 8, 2009

TARIF DAN KUOTA DI INDONESIA ANTARA TANTANGAN DAN HAMBATANNYA

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kebijaksanaan neraca pembayaran merupakan bagian integral dari kebijaksanaan pembangunan dan mempunyai peranan penting dalam pemantapan stabilitas di bidang ekonomi yang diarahkan guna mendorong pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja. Di samping itu juga diusahakan tercapainya perubahan fundamental dalam struktur produksi dan perdagangan luar negeri sehingga dapat mening­katkan ketahanan ekonomi Indonesia terhadap tantangan-tan­- tangan di dalam negeri dan keguncangan-keguncangan ekonomi dunia.

Di bidang perdagangan, kebijaksanaan ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri dalam nege­ri, menunjang pengembangan ekspor nonmigas, memelihara ke­stabilan harga dan penyediaan barang-barang yang dibutuhkan di dalam negeri serta menunjang iklim usaha yang makin menarik bagi penanaman modal. Kebijaksanaan di bidang pinjaman luar negeri melengkapi kebutuhan pembiayaan pembangunan di dalam negeri, dan diarahkan untuk menjaga kestabilan perkem­bangan neraca pembayaran secara keseluruhan. Kebijaksanaan kurs devisa diarahkan untuk mendorong ekspor nonmigas dan mendukung kebijaksanaan moneter dalam negeri.

Dalam kebijakan perdagangan internasional terdapat dua tools utama dalam pelaksanaannya, yakni melalui penerapan tarif dan kuota. Penerapan tarif dan kuota di indoensia, saat ini perlu dikaji serta dilakukan penelaahan yang lebih mendalam lagi, karena penerapan dari sistem tarif dan kuota akan sangat membantu indonesia unutk meningkatkan kegiatan perekonomian.


B. PERKEMBANGAN INTERNASIONAL


Kebijaksanaan neraca pembayaran dan perdagangan luar negeri dalam tahun 1990/91 banyak dipengaruhi oleh tantangan yang timbul dari perkembangan situasi politik, ekonomi dan moneter dunia. Dalam tahun 1990 ekonomi dunia dilanda kelesu­-an. Produksi dunia hanya mengalami pertumbuhan sebesar 2,1% dibandingkan dengan 3,3% pada tahun 1989. Dalam tahun 1990 pertumbuhan ekonomi negara-negara industri mencapai 2,5% se- dangkan pertumbuhan negara-negara berkembang adalah sebesar 0,6%. Ini merupakan penurunan dari tahun 1989 sewaktu kelompok negara ini mencapai masing-masing 3,3% dan 3,1%. Beberapa negara berkembang di Eropa Timur, Timur Tengah dan Amerika Latin bahkan mengalami penurunan dalam produksi nasionalnya. Sebaliknya, negara-negara berkembang di Asia dapat memperta­hankan laju pertumbuhan ekonominya pada tingkat 5,3%.

Seiring dengan perkembangan produksi dunia, laju per­tumbuhan perdagangan internasional juga mengalami penurunan dari 7,1% dalam tahun 1989 menjadi 3,9% dalam tahun 1990. Volume ekspor dan impor negara-negara industri dalam tahun 1990 meningkat dengan cukup pesat, yaitu sebesar masing-ma­sing 5,4% dan 5,1%. Sebaliknya, volume ekspor dan impor negara-negara berkembang hanya mengalami kenaikan sebesar masing-masing 3,7% dan 3,0%. Sementara itu, krisis di wilayah Teluk Persia telah menyebabkan kenaikan dalam harga minyak bumi sebesar rata-rata 28,3% dalam tahun 1990. Berlawanan dengan perkembangan di pasaran minyak bumi internasional, harga komoditi primer seperti kopi, karet, dan hasil-hasil tambang justru merosot dengan rata-rata 7,2% selama tahun tersebut. Sebaliknya harga barang-barang manufaktur meningkat dengan 9,6%. Perkembangan tersebut menyebabkan turunnya nilai tukar perdagangan untuk negara-negara industri sebesar 0,5% dan untuk negara-negara berkembang bukan pengekspor minyak bumi sebesar 2,9%. Sedangkan untuk negara-negara pengekspor minyak bumi nilai tukar perdagangan mengalami kenaikan sebe­sar 11,0%.

Di bidang perdagangan internasional usaha-usaha untuk meningkatkan sistem perdagangan dunia yang lebih bebas dan terbuka dalam kerangka Putaran Uruguay dari Negosiasi Per­dagangan Multilateral Persetujuan Umum Tentang Bea Masuk dan Perdagangan (GATT) mengalami berbagai hambatan. Dengan tidak tercapainya kesepakatan, khususnya yang menyangkut liberali­sasi sektor pertanian, maka Sidang Tingkat Menteri yang di­adakan di Brussel dalam bulan Desember 1990 telah menunda ne­gosiasi untuk dilanjutkan pada bulan Pebruari 1991. Sebagai akibatnya baik usaha perluasan perdagangan maupun penyelesai­an perselisihan dalam perdagangan barang dan jasa tetap dila­kukan atas dasar bilateral. Selama tahun 1990/91 juga dicatat semakin menonjolnya usaha peningkatan kerja sama regional ke arah pembentukan blok-blok perdagangan.

Sementara itu, berkembangnya sistem politik dan ekonomi yang lebih terbuka di Uni Soviet, penyatuan kembali Jerman, perkembangan selama dan sesudah krisis Teluk Persia serta reformasi politik dan ekonomi di Eropa Timur telah meng- akibatkan berbagai gejolak dan pergeseran dalam imbangan hubungan ekonomi antar negara.

Di dalam kelompok ASEAN terus dilanjutkan kerja sama antara negara-negara anggota. Di bidang perdagangan disepakati untuk memperbesar tingkat preferensi dan memperluas cakupan barang dalam Perjanjian Perdagangan Preferensial (PTA). Bersamaan dengan itu tercapai kesepakatan untuk me­ngurangi jenis barang dalam Daftar Pengecualian Preferensi hingga 5% dari jumlah jenis barang yang diperdagangkan antara negara-negara anggota ASEAN. Selanjutnya terus ditingkatkan pula kerja sama di bidang perdagangan, pariwisata, investasi, pertanian dan energi antara ASEAN dengan negara-negara indus­tri seperti Jepang, Amerika Serikat, Australia dan Masyarakat Ekonomi Eropa.

BAB II

ANALISA

A. KERANGKA TEORI

Ilmu Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari usaha pemenuhan kebutuhan manusia yang tidak terbatas melalui sumber-sumber yang terbatas. Ekonomi internasional mempelajari alokasi sumberdaya yang langka guna memenuhi kebutuhan manusia melalui analisa internasional. Ekonomi internasional dapat berupa perdagangan, investasi, pinjaman, bantuan serta kerjasama internasional.

Suatu negara perlu bekerjasama dengan negara lain, khususnya dalam bidang ekonomi. Hal ini diakibatkan oleh adanya faktor-faktor permintaan dan penawaran. Motif untuk memperoleh keuntungan dengan berdagang ke negara lain, perbedaan harga produksi, dan selera konsumen merupakan salah satu indikator terjadinya perdagangan internasional.

Tarif adalah pembebanan pajak atau custom duties terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara.

Tarif digolongkan menjadi bea ekspor (export duties), Bea Transito (transit duties) dan Bea Impor (impor duties).

Selain itu juga, tarif dapat dibedakan menurut jenisnya yakni Ad valorem duties, specific duties, dan specific ad valorem atau compound duties.

Quota adalah pembatasan jumlah fisik terhadap barang yang masuk (quota impor) dan keluar (quota ekspor)

B. PEMBAHASAN

Tantangan dalam penerapan tarif dan Kuota oleh Indonesia

Dalam penerapan kebijakan tarif dan kuota oleh indonesia terdapat beberapa hal yang dijadikan sebagai faktor penantang unutk menerapkan kebijakan tersebut :

a. produk nasional yang cukup kompetitif di luar negeri

salah satu alasan pemerintah menerapkan kebijakan tarif dan kuota adalah dengan melihat produk-produk nasional yang diproduksi. Adanya produk-produk yang kompetitif bersaing dengan produk dari luar, kecenderungan pemerintah untuk menurunkan tarif, berupa penurunan pengenaan pajak terhadap produk yang akan diekspor ke luar negeri, guna menambah quota barang yang akan diekspor.

b. produk baik barang atau jasa nasional diminati oleh pasar luar negeri

c. perlindungan terhadap industri-industri dalam negeri

Hambatan dalam penerapan tarif dan kuota oleh indonesia, antara lain :

- Daya saing usahawan indonesia yang lemah

- Sebagian besar produk indonesia kalah bersaing dengan produk luar

Perlunya peningkatan kualitas sumberdaya manusia indonesia

Seluruh proses produksi untuk menghasilkan suatu produk untuk konsumen tak terlepas dari peran sumber dayanya. Manusia yang termasuk dalam rangkaian “the Six’s M” merupakan faktor penentu utama. Jika sumber daya yang dimiliki suatu negara baik, akan berdampak baik pula bagi proses produksi yang terjadi di negara tersebut.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan melalui dunia pendidikan nasional. Seperti yang diterapkan di negara-negara berkembang yang beranjak menjadi negara maju seperti Jepang, Singapura, Malaysia mereka telah menempatkan sektor pendidikan sebagai dasar bagi pembangunan negaranya. Sehingga tidak ada jalan lain untuk jangka panjang bagi industri nasional dalam menghadapi persaingan global seperti menangkis masuknya produk-produk cina selain dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya melalui sektor pendidikan.

BAB III

PENUTUP

Sebagai penutup, berdasarkan uraian mengenai “Tarif dan kuota di indonesia antara tantangan dan hambatannya” dapat penulis tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

- Ekonomi internasional mempelajari alokasi sumberdaya yang langka guna memenuhi kebutuhan manusia melalui analisa internasional. Ekonomi internasional dapat berupaperdagangan, investasi, pinjaman, bantuan serta kerjasama internasional.

- Pengusaha Indonesia dituntut terus meningkatkan daya saingnya. Guna mendorong pemerintah menggulirkan kebijakan tarif dan kuota yang sesuai dengankemampuan

- Peran nyata dari pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan dimuka, seperti penerbitan peraturan-peraturan yang jelas mengenai hal-hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA


Nopirin, Ph.D, Ekonomi Internasional, BPFE Yogyakarta. 1997

Majalah Gatra, Tahun 2003 Ekonomi Cina Tumbuh 9,1 Persen, online diakses 15 September 2006 (http://www.gatra.com/2004-07-11/artikel.php?pil=23&id=33174)

Republika, Naga yang Terus Menggeliat, online diakses 15 September 2006 (http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=181155&kat)

Badan Standarisasi Nasional, Perusahaan yang telah menerapkan SNI, baru 2006 perusahaan, online diakses 15 September 2006 (http://www.bsn.or.id/berita/detail_news.cfm?Newsid=28)

No comments:

Post a Comment