BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pemilihan umum berdasar undang-undang nomor 12 tahun 2003 adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. sebagai pelaksanaan dari kedaulatan rakyat, maka pemilu harus terus diselenggarakan. Hingga tahun 2004 lalu negara kita telah berhasil melaksanakan 8 kali pemilihan umum yakni dari tahun 1955, 1961, 1967, 1982, 1987, 1992, 1999 dan tahun 2004.
Pemilu adalah cara, bukan tujuan. Ia diadakan untuk memberi kesempatan kepada orang banyak memutuskan siapa saja yang layak memegang mandat mereka menjadi pejabat publik (anggota DPR, DPRD, dan DPD, serta Presiden-Wakil Presiden). Sebagai sebuah cara, pemilu memang paling merepotkan, butuh waktu, dan makan biaya (finansial maupun sosial) tetapi dengan hasil terbaik. Cara-cara lain seperti penunjukan, turun temurun, penggulingan kekuasaan melalui kudeta dan atau revolusi rakyat memang terlihat lebih cepat-sederhana, tapi dengan hasil lebih buruk, bahkan bisa memfasilitasi pembunuhan harkat-martabat kemanusiaan. Sejarah Orde Baru, kediktatoran di belahan bumi mana saja, komunisme di Uni Soviet dan Eropa Timur, sudah membuktikannya. Sebaliknya, sejarah modern kita mengajarkan bahwa Pemilu terbuktikan di banyak tempat sebagai cara terbaik untuk membangun pemerintahan yang mewakili, menjalankan mandat rakyat, bertanggung jawab, dan adil.
Pada prinsipnya dari tahun ke tahun selalu diadakan perubahan dan pembaharuan dalam pelaksanaan pemilu. Terakhir pada pelaksanaan pemilu lalu, negara kita melaksanakan pemilu yang berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, yaitu diadakannya pemilihan presiden dan wakil presiden secara lamgsung. Terlepas dari pemilihan umum untuk memilih wakil –wakil rakyat di DPR, DPD, maupun DPRD mulai tahun 2005 ini negara kita melaksanakan pemilihan kepala daerahnya secara langsung juga, baik kepala daerah propinsi maupun kepala daerah kabupaten/kota.
Jika pada Pemilu lalu pemilihan diselenggarakan oleh KPU yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Maka berdasar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah ditentukan bahwa Pemilihan Kepala Daerah diselenggarakan oleh KPUD, dan dalam menyelenggarakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPUD Provinsi menetapkan KPUD kabupaten/kota sebagai bagian pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilihan. Serta menyampaikan laporan kepada DPRD untuk setiap tahap pelaksanaan pemilihan dan menyampaikan informasi kegiatannya kepada masyarakat
Suka atau tidak, Pemilihan langsung kepala daerah 2005 akan menjadi ajang penyeleksian para “penguasa-penguasa daerah”, menjadi sarana yang efektif dalam penyelenggaraan kehidupan yang berdemokrasi di Indonesia. Setelah sukses dengan pemilihan presiden secara langsung untuk pertama kalinya, maka desakan-desakan untuk merealisasikan pemilihan secara langsung para kepala daerah makin menguat, terlepas dari segala segi positif dan negatifnya termasuk kendala dan rintangan yang akan ditemui.
MASALAH
Dalam alam demokrasi yang baru berkembang ditanah air, friksi-friksi selalu mewarnai segala kegiatan politiknya. Dalam pelaksanaan pemilihan langsung kepala daerah (Pilkada), sudah pasti akan ditemukan banyak kendala dan masalah-masalah. Dari berbagai sektor baik itu sosial, ekonomi, politik, agama, suku, dan lainnya. Tercatat oleh Center for Electro Reform (CETRO) untuk pelaksanaan Pilkada tahun 2005 yang akan digelar antara juni – Desember adalah 226 daerah propinsi dan kabupaten/kota.
Dalam rentang bulan juni tercatat 9 propinsi serta 174 kabupaten/kota yang akan melaksanakan pilkada. Sisanya yang akan melaksanakan pilkada antara Juli dan Desember adalah 3 provinsi serta 40 kabupaten/kota. Tercatat juga jumlah pemilih untuk Pilkada tahun 2005 sebanyak 80.355.089 jiwa.
Melihat data diatas, serta dengan melihat fakta bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan hal yang pertama kali dilakukan di indonesia, maka secara umum akan mucul beberapa masalah, antara lain sebagai berikut :
1. Masalah keamanan dan ketertiban
2. Masalah kesiapan penyelenggara
3. Masalah Calon Terpilih dan Pemilih
Berdasarkan tiga permasalahan diatas dapat dirumuskan pokok permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan Pmeilihan Kepala daerah secara langsung, yaitu “Bagaimana upaya untuk menciptakan Pemilihan Kepala Daerah Langsung yang tertib, aman dan berhasil.”
Selanjutnya pada BAB II penulis akan menguraikan sebab-sebab munculnya masalah menjelang pilkada dan penyelesaiannya.
BAB II
MASALAH-MASALAH MENJELANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG DAN PEMECAHANNNYA
MASALAH-MASALAH
Masalah-masalah yang muncul seputar pelaksanaan menjelang pelaksanaan Pilkada yang dilaksanakan unutk pertama kalinya di tanah air antara lain sebagai berikut :
Masalah Keamanan dan Ketertiban
Keamanan dan ketertiban merupakan syarat mutlak untuk terselenggaranya setiap kegiatan, betapa matang rencana suatu kegiatan, tersedia segala sesuatunya baik mengenai dana, penyelenggara atau apapun hal lainnya, jika tempat atau wilayah dilaksanakannya kegiatan tersebut tidak masuk kriteria aman dan tertib, maka sudah pasti kegiatan tersebut tidak akan berjalan.
Pilkada merupakan hajat besar bagi suatu daerah, baik itu Propinsi ataupun Kabupaten/Kota. Tentunya semua orang berharap bahwa pelaksanaan Pilkada dapat berjalan sesuai rencana tanpa adanya hambatan, namun menjadi sesuatu yang naif, jika kita berpikir seperti itu sedangkan fakta menunjukan bahwa negara kita merupakan negara yang saat ini tengah bergejolak. Keamanan dan ketertiban sangat rentan terhadap gangguan berbagai pihak. Tentunya kita tidak lupa beberapa peristiwa yang terjadi di tanah air, dari kasus-kasus kecil yang berskala wilayah, tawuran antar masyarakat hingga kasus bom dan isu terorisme yang berskala nasional dan internasional.
Kasus bom Bali, Mariot, dan terakhir kasus bom di Tentena tentunya menjadi perhatian bagi penyelenggara Pilkada, khususnya aparat kepolisian. Hal lain yang perlu diwaspadai adalah terjadinya konflik horizontal dalam masyarakat, konflik ini dinilai oleh sebagian kalangan sangat terbuka untuk terjadi. Pengerucutan dukungan terhadap calon kepala daerah dapat berupa hal-hal yang berbau suku, agama, ras dan golongan. Jika hal ini tidak dapat diantisipasi oleh pihak-pihak terkait maka keamanan dan ketertiban pelaksanaan Pilkada akan sangat terganggu dan tidak menutup kemungkinan Pilkada akan batal diselenggarakan.
Masalah Kesiapan Penyelenggara
Ditengah keoptimisan atas keberhasilan melaksanakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, penyelenggaraan pemilihan kepala daerah diwarnai dengan sikap yang tergolong pesimistis dan skeptis. Kesiapan daerah pun dipertanyakan. Tidak semua daerah siap melaksanakan Pilkada tepat waktu, masalah dana dan sosialisai Pilkada merupakan pokok masalah yang diperdebatkan.
Melihat alokasi dana yang cenderung minim, padahal kalau diperhatikan dana yang dikeluarkan untuk Pilkada 2005 ini lebih besar daripada dana yang dikeluarkan untuk Pemilu lalu, yakni sebesar 56%. Ada indikasi bahwa dana tersebut tidak merata dan adil penyebarannya, artinya ada daerah yang cukup mendapat dana dan sebaliknya ada yang kekurangan. Selain itu dugaan korupsi atas dana tersebut sangat terbuka, apalagi saat ini institusi yang mengurusi maslah pemilu tengah terbelit oleh kasus korupsi.
Sosialisai Pilkada terhadap masyarakat pun tergolong rendah, kasus-kasus seperti yang terjadi Tana Toraja, (mengenai aturan calon yang pernah mengalami hukuman), kasus Manggarai-Nusa Tenggara Timur, mengenai lewatnya batas waktu pendaftaran calon Bupati yang ditanggapi oleh sikap anarkis para pendukungnya, kasus pemboikotan pilkada yang terjadi di Klipang Tembalang Semarang. Ketiga contoh kasus tersebut ditenggarai akibat kurangnya sosialisasi pemilu kepada masyarakat, baik mengenai aturan bagi calon terpilih maupun mengenai teknis bagi memilih bagi pemilih.
Masalah Calon Terpilih dan Pemilih serta Partai politik
Akibat kurangnya sosialisai Pilkada berimbas kepada kurangnya pengetahuan calon terpilih dan pemilih serta parpol mengenai aturan main Pilkada. Hal ini sangat berpengaruh terhadap hasil yang inginkan. Ibarat berjualan, barang dagangan yang bagus dan berkualitas sekalipun tidak atau kurang diminati oleh konsumen. Begitu pula Pilkada, yang notabene adalah sarana pelaksanaan serta simbol dari demokrasi, jika tidak di tunjang oleh sosialisasi yang bagus maka hasilnya tidak akan optimal.
Calon terpilih banyak yang masih kurang memahami kriteria-kritera yang dijadikan sebagai parameter. Mereka juga masih banyak yang mengunakan cara-cara yang sebenarnya tidak dibolehkan oleh aturan Pilkada. Kasus seperti pemalsuan ijazah, korupsi dan lainnya ditenggarai oleh ketidakjujuran calon terpilih. Sifat-sifat seperti inilah yang semestinya dihilangkan dalam proses Pilkada. Sikap ksatria dan menerima kekalahan, serta tidak menggunakan cara-cara yang tidak relevan dalam kampanye termasuk didalamnya money politics sebaiknya dimiliki oleh Calon Terpilih, karena selama ini kasus-kasus diatas selalu ditemui.
Masalah yang dimiliki oleh pemilih diantaranya seputar teknis memilih. Dikhawatirkan bagi sebagian pemilih tidak mengerti tata cara memilih. Bagaimanapun juga kesuksesan Pilkada ditentukan oleh suara pemilih. Pengerahan massa kepada salah seorang calon terpilih juga merupakan masalah yang cukup dikhawatirkan, jika pemilih mudah dipengaruhi. Kedekatan secara psikologis terhadap salah seorang calon terpilih dalam pemilihan secara langsung dikhawatirkan membuat pemilih bertindak anarki.
Partai politik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan Pilkada, secara politis partai politik adalah institusi yang telah mapan dan memiliki infrastruktur serta mesin politik dalam pelaksanaan Pilkada. Sudah pasti calon terpilih menggunakan dukungan partai politik dalam menghadapi Pilkada. Konflik internal partai dikhawatirkan akan membawa masalah bagi suksesnya pelaksanaan Pilkada. Kasus pengerahan massa oleh salah satu partai politik akibat tidak diloloskan calonnya merupakan salah satu contoh kekhawatiran dalam pelaksanaan Pilkada. Konflik internal yang turut membawa masalah terhadap dukungan calon terpilih menjadikan ketidakjelasan secara administratif.
Belum lagi kontrak politik antara partai politik dengan calon terpilih dalam menggalang dukungan seringkali tidak memikirkan makna Pilkada secara utuh, karena pada dasarnya Pilkada digelar untuk memilih kepala daerah yang pada akhirnya sebagai pelaksanaan pembangunan di suatu wilayah tertentu, akibat adanya kontrak politik tersebut sering Terpilih melupakan tugas utamanya dalam berjuang untuk rakyatnya melainkan lebih mengutamakan partai.
PEMECAHAN MASALAH
Solusi yang dapat diajukan dalam permasalahan seputar Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, antara lain sebagai berikut :
Berkaitan dengan masalah keamanan dan ketertiban
Pembenahan secara keseluruhan terhadap kinerja TNI dan POLRI dalam mengamankan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Aparat terkait hendaknya proaktif terhadap masalah-masalah yang berkembang dalam masyarakat khusunya yang berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada, seperti adanya pengerahan massa dalam kampanye dan sebagainya.
Penciptaan iklim yang kondusif terhadap masyarakat, seperti pengusutan terhadap isu-isu negatif yang berkembang dalam masyarakat serta penegakan hukum yang adil
Berkaitan dengan masalah Kesiapan Penyelenggara :
1. Penggunaan dana harus jelas, efektif, efisien dan berbasis kinerja
2. Pengawasan terhadap penggunaan dana yang diberikan serta sebisa mungkin menghindari tindak korupsi
3. Panitia pengawas pemilu supaya lebih jeli dalam mengawasi pelaksanaan Pilkada
4. KPUD-KPUD agar bekerja maksimal perlu di payungi oleh aturan yang jelas serta terhindar dari tekanan-tekanan pihak lain
5. Bagi daerah-daerah lain yang belum menggelar Pilkada agar melakukan sosialisasi menyeluruh dan tepat sasaran kepada masyarakat, menyeluruh dalam artian seosialisai dilakukan terhdap semua aspek-aspek yang menyangkut Pilkada, tepat sasaran artinya tepat kepada pihak yang di sosialisai misalnya terhadap calon terpilih mengenai kriteria pencalonan, terhadap pemilih mengenai teknis pemilihan dan peran partai dalam Pilkada terhadap partai politik
Berkaitan dengan Masalah Calon Terpilih dan Pemilih serta Partai politik :
1. Sosialisasi Pilkada secara menyeluruh oleh pihak terkait agar semua pihak mengetahui Pilkada yang sebenarnya
2. Kejelasan peraturan yang membolehkan orang untuk mencalonkan diri
3. Pendidikan politik kepada masyarakat
4. Partai politik sebaiknya menghilangkan atau meminimalisir konflik kepentingan didalam partainya agar dapat menjalankan fungsi utamnya sebagai media pendidikan politik terhadap masyarakat
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan mengenai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan Pilkada langsung tahun 2005 dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
Pemilihan umum berdasar undang-undang nomor 12 tahun 2003 adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilihan Kepala daerah dilaksanakan untuk memilih pemimpin-pemimpin yang akan menentukan ke arah mana pembangunan daerah tersebut.
Pilkada secara langsung merupakan pemilihan kepala daerah yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia
Masalah-masalah timbul seiring pelaksanaan pilkada, antara lain menyangkut masalah keamanan dan ketertiban, masalah kesiapan penyelenggara serta masalah Calon Terpilih, Calon pemilih, dan partai politik.
SARAN
Berdasarkan uraian mengenai masalah pokok “Bagaimana upaya untuk menciptakan Pemilihan Kepala Daerah Langsung yang tertib, aman dan berhasil dapat penulis kemukakan beberapa saran sebagai berikut :
Sosialisai mengenai mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung kepada masyarakat luas
Pendekatan humanis kepada masyarakat tentang pelaksanaan sosialisasi Pilkada
Peningkatan keamanan dan ketertiban oleh aparat bekerjasama dengan masyarakat guna meminimalisir kemungkinan terjadinya tindak kriminal.
Lembaga-lembaga pelaksana pilkada seperti KPUD dan Panwaslu Daerah agar bekerja ekstra keras guna menyukseskan Pilkada
Peran serta masyarakat harus dirangsang dengan melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada, baik itu sebagi pemilih mau pun sebagai pengawas informal Pilkada
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pemilihan umum berdasar undang-undang nomor 12 tahun 2003 adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. sebagai pelaksanaan dari kedaulatan rakyat, maka pemilu harus terus diselenggarakan. Hingga tahun 2004 lalu negara kita telah berhasil melaksanakan 8 kali pemilihan umum yakni dari tahun 1955, 1961, 1967, 1982, 1987, 1992, 1999 dan tahun 2004.
Pemilu adalah cara, bukan tujuan. Ia diadakan untuk memberi kesempatan kepada orang banyak memutuskan siapa saja yang layak memegang mandat mereka menjadi pejabat publik (anggota DPR, DPRD, dan DPD, serta Presiden-Wakil Presiden). Sebagai sebuah cara, pemilu memang paling merepotkan, butuh waktu, dan makan biaya (finansial maupun sosial) tetapi dengan hasil terbaik. Cara-cara lain seperti penunjukan, turun temurun, penggulingan kekuasaan melalui kudeta dan atau revolusi rakyat memang terlihat lebih cepat-sederhana, tapi dengan hasil lebih buruk, bahkan bisa memfasilitasi pembunuhan harkat-martabat kemanusiaan. Sejarah Orde Baru, kediktatoran di belahan bumi mana saja, komunisme di Uni Soviet dan Eropa Timur, sudah membuktikannya. Sebaliknya, sejarah modern kita mengajarkan bahwa Pemilu terbuktikan di banyak tempat sebagai cara terbaik untuk membangun pemerintahan yang mewakili, menjalankan mandat rakyat, bertanggung jawab, dan adil.
Pada prinsipnya dari tahun ke tahun selalu diadakan perubahan dan pembaharuan dalam pelaksanaan pemilu. Terakhir pada pelaksanaan pemilu lalu, negara kita melaksanakan pemilu yang berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, yaitu diadakannya pemilihan presiden dan wakil presiden secara lamgsung. Terlepas dari pemilihan umum untuk memilih wakil –wakil rakyat di DPR, DPD, maupun DPRD mulai tahun 2005 ini negara kita melaksanakan pemilihan kepala daerahnya secara langsung juga, baik kepala daerah propinsi maupun kepala daerah kabupaten/kota.
Jika pada Pemilu lalu pemilihan diselenggarakan oleh KPU yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Maka berdasar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah ditentukan bahwa Pemilihan Kepala Daerah diselenggarakan oleh KPUD, dan dalam menyelenggarakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPUD Provinsi menetapkan KPUD kabupaten/kota sebagai bagian pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilihan. Serta menyampaikan laporan kepada DPRD untuk setiap tahap pelaksanaan pemilihan dan menyampaikan informasi kegiatannya kepada masyarakat
Suka atau tidak, Pemilihan langsung kepala daerah 2005 akan menjadi ajang penyeleksian para “penguasa-penguasa daerah”, menjadi sarana yang efektif dalam penyelenggaraan kehidupan yang berdemokrasi di Indonesia. Setelah sukses dengan pemilihan presiden secara langsung untuk pertama kalinya, maka desakan-desakan untuk merealisasikan pemilihan secara langsung para kepala daerah makin menguat, terlepas dari segala segi positif dan negatifnya termasuk kendala dan rintangan yang akan ditemui.
MASALAH
Dalam alam demokrasi yang baru berkembang ditanah air, friksi-friksi selalu mewarnai segala kegiatan politiknya. Dalam pelaksanaan pemilihan langsung kepala daerah (Pilkada), sudah pasti akan ditemukan banyak kendala dan masalah-masalah. Dari berbagai sektor baik itu sosial, ekonomi, politik, agama, suku, dan lainnya. Tercatat oleh Center for Electro Reform (CETRO) untuk pelaksanaan Pilkada tahun 2005 yang akan digelar antara juni – Desember adalah 226 daerah propinsi dan kabupaten/kota.
Dalam rentang bulan juni tercatat 9 propinsi serta 174 kabupaten/kota yang akan melaksanakan pilkada. Sisanya yang akan melaksanakan pilkada antara Juli dan Desember adalah 3 provinsi serta 40 kabupaten/kota. Tercatat juga jumlah pemilih untuk Pilkada tahun 2005 sebanyak 80.355.089 jiwa.
Melihat data diatas, serta dengan melihat fakta bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan hal yang pertama kali dilakukan di indonesia, maka secara umum akan mucul beberapa masalah, antara lain sebagai berikut :
1. Masalah keamanan dan ketertiban
2. Masalah kesiapan penyelenggara
3. Masalah Calon Terpilih dan Pemilih
Berdasarkan tiga permasalahan diatas dapat dirumuskan pokok permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan Pmeilihan Kepala daerah secara langsung, yaitu “Bagaimana upaya untuk menciptakan Pemilihan Kepala Daerah Langsung yang tertib, aman dan berhasil.”
Selanjutnya pada BAB II penulis akan menguraikan sebab-sebab munculnya masalah menjelang pilkada dan penyelesaiannya.
BAB II
MASALAH-MASALAH MENJELANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG DAN PEMECAHANNNYA
MASALAH-MASALAH
Masalah-masalah yang muncul seputar pelaksanaan menjelang pelaksanaan Pilkada yang dilaksanakan unutk pertama kalinya di tanah air antara lain sebagai berikut :
Masalah Keamanan dan Ketertiban
Keamanan dan ketertiban merupakan syarat mutlak untuk terselenggaranya setiap kegiatan, betapa matang rencana suatu kegiatan, tersedia segala sesuatunya baik mengenai dana, penyelenggara atau apapun hal lainnya, jika tempat atau wilayah dilaksanakannya kegiatan tersebut tidak masuk kriteria aman dan tertib, maka sudah pasti kegiatan tersebut tidak akan berjalan.
Pilkada merupakan hajat besar bagi suatu daerah, baik itu Propinsi ataupun Kabupaten/Kota. Tentunya semua orang berharap bahwa pelaksanaan Pilkada dapat berjalan sesuai rencana tanpa adanya hambatan, namun menjadi sesuatu yang naif, jika kita berpikir seperti itu sedangkan fakta menunjukan bahwa negara kita merupakan negara yang saat ini tengah bergejolak. Keamanan dan ketertiban sangat rentan terhadap gangguan berbagai pihak. Tentunya kita tidak lupa beberapa peristiwa yang terjadi di tanah air, dari kasus-kasus kecil yang berskala wilayah, tawuran antar masyarakat hingga kasus bom dan isu terorisme yang berskala nasional dan internasional.
Kasus bom Bali, Mariot, dan terakhir kasus bom di Tentena tentunya menjadi perhatian bagi penyelenggara Pilkada, khususnya aparat kepolisian. Hal lain yang perlu diwaspadai adalah terjadinya konflik horizontal dalam masyarakat, konflik ini dinilai oleh sebagian kalangan sangat terbuka untuk terjadi. Pengerucutan dukungan terhadap calon kepala daerah dapat berupa hal-hal yang berbau suku, agama, ras dan golongan. Jika hal ini tidak dapat diantisipasi oleh pihak-pihak terkait maka keamanan dan ketertiban pelaksanaan Pilkada akan sangat terganggu dan tidak menutup kemungkinan Pilkada akan batal diselenggarakan.
Masalah Kesiapan Penyelenggara
Ditengah keoptimisan atas keberhasilan melaksanakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, penyelenggaraan pemilihan kepala daerah diwarnai dengan sikap yang tergolong pesimistis dan skeptis. Kesiapan daerah pun dipertanyakan. Tidak semua daerah siap melaksanakan Pilkada tepat waktu, masalah dana dan sosialisai Pilkada merupakan pokok masalah yang diperdebatkan.
Melihat alokasi dana yang cenderung minim, padahal kalau diperhatikan dana yang dikeluarkan untuk Pilkada 2005 ini lebih besar daripada dana yang dikeluarkan untuk Pemilu lalu, yakni sebesar 56%. Ada indikasi bahwa dana tersebut tidak merata dan adil penyebarannya, artinya ada daerah yang cukup mendapat dana dan sebaliknya ada yang kekurangan. Selain itu dugaan korupsi atas dana tersebut sangat terbuka, apalagi saat ini institusi yang mengurusi maslah pemilu tengah terbelit oleh kasus korupsi.
Sosialisai Pilkada terhadap masyarakat pun tergolong rendah, kasus-kasus seperti yang terjadi Tana Toraja, (mengenai aturan calon yang pernah mengalami hukuman), kasus Manggarai-Nusa Tenggara Timur, mengenai lewatnya batas waktu pendaftaran calon Bupati yang ditanggapi oleh sikap anarkis para pendukungnya, kasus pemboikotan pilkada yang terjadi di Klipang Tembalang Semarang. Ketiga contoh kasus tersebut ditenggarai akibat kurangnya sosialisasi pemilu kepada masyarakat, baik mengenai aturan bagi calon terpilih maupun mengenai teknis bagi memilih bagi pemilih.
Masalah Calon Terpilih dan Pemilih serta Partai politik
Akibat kurangnya sosialisai Pilkada berimbas kepada kurangnya pengetahuan calon terpilih dan pemilih serta parpol mengenai aturan main Pilkada. Hal ini sangat berpengaruh terhadap hasil yang inginkan. Ibarat berjualan, barang dagangan yang bagus dan berkualitas sekalipun tidak atau kurang diminati oleh konsumen. Begitu pula Pilkada, yang notabene adalah sarana pelaksanaan serta simbol dari demokrasi, jika tidak di tunjang oleh sosialisasi yang bagus maka hasilnya tidak akan optimal.
Calon terpilih banyak yang masih kurang memahami kriteria-kritera yang dijadikan sebagai parameter. Mereka juga masih banyak yang mengunakan cara-cara yang sebenarnya tidak dibolehkan oleh aturan Pilkada. Kasus seperti pemalsuan ijazah, korupsi dan lainnya ditenggarai oleh ketidakjujuran calon terpilih. Sifat-sifat seperti inilah yang semestinya dihilangkan dalam proses Pilkada. Sikap ksatria dan menerima kekalahan, serta tidak menggunakan cara-cara yang tidak relevan dalam kampanye termasuk didalamnya money politics sebaiknya dimiliki oleh Calon Terpilih, karena selama ini kasus-kasus diatas selalu ditemui.
Masalah yang dimiliki oleh pemilih diantaranya seputar teknis memilih. Dikhawatirkan bagi sebagian pemilih tidak mengerti tata cara memilih. Bagaimanapun juga kesuksesan Pilkada ditentukan oleh suara pemilih. Pengerahan massa kepada salah seorang calon terpilih juga merupakan masalah yang cukup dikhawatirkan, jika pemilih mudah dipengaruhi. Kedekatan secara psikologis terhadap salah seorang calon terpilih dalam pemilihan secara langsung dikhawatirkan membuat pemilih bertindak anarki.
Partai politik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan Pilkada, secara politis partai politik adalah institusi yang telah mapan dan memiliki infrastruktur serta mesin politik dalam pelaksanaan Pilkada. Sudah pasti calon terpilih menggunakan dukungan partai politik dalam menghadapi Pilkada. Konflik internal partai dikhawatirkan akan membawa masalah bagi suksesnya pelaksanaan Pilkada. Kasus pengerahan massa oleh salah satu partai politik akibat tidak diloloskan calonnya merupakan salah satu contoh kekhawatiran dalam pelaksanaan Pilkada. Konflik internal yang turut membawa masalah terhadap dukungan calon terpilih menjadikan ketidakjelasan secara administratif.
Belum lagi kontrak politik antara partai politik dengan calon terpilih dalam menggalang dukungan seringkali tidak memikirkan makna Pilkada secara utuh, karena pada dasarnya Pilkada digelar untuk memilih kepala daerah yang pada akhirnya sebagai pelaksanaan pembangunan di suatu wilayah tertentu, akibat adanya kontrak politik tersebut sering Terpilih melupakan tugas utamanya dalam berjuang untuk rakyatnya melainkan lebih mengutamakan partai.
PEMECAHAN MASALAH
Solusi yang dapat diajukan dalam permasalahan seputar Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, antara lain sebagai berikut :
Berkaitan dengan masalah keamanan dan ketertiban
Pembenahan secara keseluruhan terhadap kinerja TNI dan POLRI dalam mengamankan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Aparat terkait hendaknya proaktif terhadap masalah-masalah yang berkembang dalam masyarakat khusunya yang berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada, seperti adanya pengerahan massa dalam kampanye dan sebagainya.
Penciptaan iklim yang kondusif terhadap masyarakat, seperti pengusutan terhadap isu-isu negatif yang berkembang dalam masyarakat serta penegakan hukum yang adil
Berkaitan dengan masalah Kesiapan Penyelenggara :
1. Penggunaan dana harus jelas, efektif, efisien dan berbasis kinerja
2. Pengawasan terhadap penggunaan dana yang diberikan serta sebisa mungkin menghindari tindak korupsi
3. Panitia pengawas pemilu supaya lebih jeli dalam mengawasi pelaksanaan Pilkada
4. KPUD-KPUD agar bekerja maksimal perlu di payungi oleh aturan yang jelas serta terhindar dari tekanan-tekanan pihak lain
5. Bagi daerah-daerah lain yang belum menggelar Pilkada agar melakukan sosialisasi menyeluruh dan tepat sasaran kepada masyarakat, menyeluruh dalam artian seosialisai dilakukan terhdap semua aspek-aspek yang menyangkut Pilkada, tepat sasaran artinya tepat kepada pihak yang di sosialisai misalnya terhadap calon terpilih mengenai kriteria pencalonan, terhadap pemilih mengenai teknis pemilihan dan peran partai dalam Pilkada terhadap partai politik
Berkaitan dengan Masalah Calon Terpilih dan Pemilih serta Partai politik :
1. Sosialisasi Pilkada secara menyeluruh oleh pihak terkait agar semua pihak mengetahui Pilkada yang sebenarnya
2. Kejelasan peraturan yang membolehkan orang untuk mencalonkan diri
3. Pendidikan politik kepada masyarakat
4. Partai politik sebaiknya menghilangkan atau meminimalisir konflik kepentingan didalam partainya agar dapat menjalankan fungsi utamnya sebagai media pendidikan politik terhadap masyarakat
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan mengenai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan Pilkada langsung tahun 2005 dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
Pemilihan umum berdasar undang-undang nomor 12 tahun 2003 adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilihan Kepala daerah dilaksanakan untuk memilih pemimpin-pemimpin yang akan menentukan ke arah mana pembangunan daerah tersebut.
Pilkada secara langsung merupakan pemilihan kepala daerah yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia
Masalah-masalah timbul seiring pelaksanaan pilkada, antara lain menyangkut masalah keamanan dan ketertiban, masalah kesiapan penyelenggara serta masalah Calon Terpilih, Calon pemilih, dan partai politik.
SARAN
Berdasarkan uraian mengenai masalah pokok “Bagaimana upaya untuk menciptakan Pemilihan Kepala Daerah Langsung yang tertib, aman dan berhasil dapat penulis kemukakan beberapa saran sebagai berikut :
Sosialisai mengenai mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung kepada masyarakat luas
Pendekatan humanis kepada masyarakat tentang pelaksanaan sosialisasi Pilkada
Peningkatan keamanan dan ketertiban oleh aparat bekerjasama dengan masyarakat guna meminimalisir kemungkinan terjadinya tindak kriminal.
Lembaga-lembaga pelaksana pilkada seperti KPUD dan Panwaslu Daerah agar bekerja ekstra keras guna menyukseskan Pilkada
Peran serta masyarakat harus dirangsang dengan melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada, baik itu sebagi pemilih mau pun sebagai pengawas informal Pilkada
No comments:
Post a Comment