Tuesday, April 7, 2009

KESULITAN INDONESIA MEMBERANTAS KKN

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN KKN

Istilah KKN (Kulosi Korupsi Nepotisme) mulai marak menjadi milik masyarakat kala berhembusnya angin perubahan di negeri ini yang bernama reformasi sekitar tahun 1998. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Korupsi merupakan penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain, atau penggunaan waktu dinas (bekerja) untuk urusan pribadi. Definisi korupsi berasal dari kata Latin, corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok).

Menurut Transparency International korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Kolusi adalah kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji, persekongkolan antara pejabat dan pengusaha. Nepotisme adalah kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah.

B. GAMBARAN UMUM KONDISI INDONESIA DALAM PEMBERANTASAN KKN

Semenjak berhembusnya angin perubahan dengan nama reformasi tahun 1998, bangsa indonesia seolah tak bergeming dari keadaan yang dinamakan krisis, entah itu krisis ekonomi, finansial, politik atau bahkan krisis kepercayaan. Kungkungan 32 tahun pemerintah orde baru yang rupanya menghasilkan kekokohan ekonomi secara maya serta kentalnya prilaku KKN telah berakibat kepada lemahnya kemampuan bangsa ini dalam menangkal gelombang krisis.

Korupsi yang terjadi Indonesia saat ini sudah dalam posisi yang sangat parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas semakin sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam seluruh aspek masyarakat. Peringkat korupsi Indonesia berdasarkan laporan Transparency Internasional sejak 1998-2004 selalu berada dalam peringkat sepuluh besar negara terkorup di dunia. Tahun 1998 (peringkat 6 terkorup dari 85 negara), tahun 1999 (peringkat 3 terkorup dari 98 negara), tahun 2000 (peringkat 5 terkorup dari 90 negara), tahun 2001 (peringkat 4 terkorup dari 91 negara), tahun 2002 (peringkat 6 terkorup dari 102 negara), tahun 2003 (peringkat 6 terkorup dari 133 negara). Dan terakhir di tahun 2004, Transparency Internasional menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup ke -5 dari 146 negara.

Meningkatnya tindak pidana korups, kolusi dan nepotisme yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana KKN tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Karena metode konvensional yang selama ini digunakan terbukti tidak bisa menyelesaikan persoalan KKN yang ada di masyarakat maka dalam penanganannya pun juga harus menggunakan cara-cara luar biasa (extra-ordinary).

Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden RI menggantikan pasangan Megawati-Hamzah Haz bagi sebagian besar masyarakat merupakan angin segar dan harapan bagi upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini. Dalam pidato pertamanya setelah dilantik sebagai presiden, SBY mengatakan program utama kerja seratus hari pemerintahannya adalah pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Presiden juga menyatakan akan memimpin langsung upaya pemberantasan korupsi tersebut. Selain penyataan tersebut ada sejumlah janji pasangan SBY-Kalla soal penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang pernah dinyatakan selama masa kampanye antara lain: Memperkuat upaya pemberantasan KKN dan Kronisme, Pemberantasan KKN dan kronisme harus dimulai dari pejabat tertinggi, akan meningkatkan anggaran untuk penegakan supremasi hukum, akan mengefektifkan kinerja lembaga seperti KPK dan BPK dalam membersihkan aparatur negara.

Berkaitan dengan upaya penuntasan korupsi di Indonesia terdapat beberapa peraturan perundangan yang berlaku seperti Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta beberapa kebijakan yang telah dihasilkan oleh Presiden SBY yaitu Inpres Nomor 5 tahun 2005 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

Selain itu disamping tetap mendorong efektifitas dari institusi penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan, kebijakan pemberantasan korupsi yang juga dihasilkan oleh SBY adalah dengan pembentukan Tim Pemburu Koruptor pada akhir Tahun 2004 dan Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada bulan Mei 2005 yang dibentuk dengan Kepres No. 11 Tahun 2005.

BAB II

POKOK BAHASAN

A. MASALAH-MASALAH DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME DI INDONESIA

Ihwal terjadinya korupsi kerap kali beriringan dengan terjadinya kolusi dan nepotisme. Oleh sebab itu, memberantas korupsi juga harus memutus rantai kolusi dan nepotisme. Indonesia saat ini merupakan negara yang terkenal korup di dunia, suka tidak suka, senang tidak senang kita harus mengakuinya, karena jika kita mau jujur perilaku KKN memang sudah menyatu dalam kehidupan sehari-hari kita, dan bahkan telah membudaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Umumnya yang menjadi permasalahan dalam pemberantasan KKN di indonesia adalah sebagai berikut :

Ø Komitmen pemerintah yang kurang kuat dalam pemberantasan KKN

Ø Penegakan hukum yang masih lemah

Ø Sistem Penggajian yang tidak sesuai

Ø Sistem Pendidikan yang terimbas KKN

1. Komitmen pemerintah yang kurang kuat dalam pemberantasan KKN

Bila kita mau belajar, bolehlah kita menengok kepada beberapa negara tetangga kita, seperti Singapura, Australia, dan Cina. Negara-negara tersebut merupakan contoh sukses dari negara yang pemerintahnya mampu menghapuskan prilaku KKN dari bad governance menjadi good governance. Untuk tindakan berani dalam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme diperlukan suatu komitmen dan dukungan yang kuat dari pemerintah. Hal ini sangat diperlukan agar tindak pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme memiliki legitimasi di mata masyarakat, serta menimbulkan keberanian bagi setiap individu atau instistusi yang concern dan intens terhadap pemberantasan KKN.

Indonesia sejak zaman orde baru hingga orde reformasi, dari pemerintahan presiden soeharto hinga pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono telah mengalami pasang surut dalam pemberantasan KKN, beberapa institusi yang turut meramaikan kancah pemberantasan KKN di indonesia adalah sebagai berikut :

Tim/Badan Pemberantasan Korupsi yang Pernah Dibentuk di Indonesia

No

NAMA TIM/ BADAN/
DASAR HUKUM

PELAKSANA

KETERANGAN

1

Tim Pemberantasan Korupsi

(Keppres No 228/1967 Tanggal 2 Desember 1967 dan UU 24/1960)

Ketua Tim: Sugih Arto (Jaksa Agung) Penasihat: Menteri Kehakiman Panglima ABRI/Kastaf Angkatan dan Kapolri Anggota

Pada 2 Desember 1967, baru enam bulan setelah diangkat MPRS sebagai pejabat presiden, Soeharto membentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) untuk membantu pemerintah memberantas korupsi "secepat-cepatnya dan setertib-tertibnya."

2

Komisi Empat

(Keppres No 12 tahun 1970 tanggal 31 Januari 1970)

Komisi Empat terdiri 4 orang: Wilopo SH (ketua merangkap anggota) Anggota: IJ Kasimo, Anwar Tjokroamonito Prof. Ir. Johannes, Mayjen Sutopo Juwono (Sekretaris) Penasehat: M. Hatta

Ditemukan skandal besar yang melibatkan jenderal yang dikenal dekat dengan Soeharto yaitu kasus Coopa (pupuk Bimas) dan Pertamina. Februari 1970 pimpinan ABRI memanggil Dirut Pertamina Ibnu Sutowo untuk memberikan pertanggungjawaban. Namun kasus Coopa dan Pertamina ini tak pernah sampai ke pengadilan.

3

Komite Anti Korupsi (KAK)

1970

Angkatan 66 yaitu: Akbar Tanjung, Mishael Setiawan, Tboby Mutis, Asmara Nababan dll

KAK dibubarkan Tanggal 15 Agustus 1970. Hanya bertahan selama dua bulan.

4

OPSTIB

(Inpres 9 Tahun 1977)

Koordinator pelaksana Tingkat Pusat Menpan Pelaksana Operasional Pangkopkamtib Ketua I Kapolri Ketua II Jaksa Agung dengan para Irjen Tingkat daerah: Pelaksana operasi Laksusda Ketua I Kapolda Ketua II Kejakti dan Irwilda

Opstib yang dibentuk September 1977 bergerak dengan Satgas Intel Kopkanrtib. Di setup provinsi khususnya inspektorat jenderal departemen ditempatkan inspektur Opstib untuk "mendinamisir" pengawasan. Hasil yang diperoleh Opstib dari Juli 1977 hingga Maret 1981 ditangani 1.127 perkara yang melibatkan 8.026orang dengan beberapa kasus besar •

5

Tim Pemberantas Korupsi (TPK) Tahun 1982

(Keppres mengenai TPK tidak pernah terbit)

Menpan JB Sumarlin Pangkopkamtib Sudomo Ketua MA Mudjono SH Menteri Kehakiman Ali Said Jaksa Agung Ismail Saleh Kapolri Jenderal (Poln) Awaludin Djamin MPA

Tidak ada tindak lanjut dan catatatan keberhasilan tim

6

TGPTPK

(Pasal 27 UU No 31 tahun 1999 dan PP No. 19/2000)

Ketua Adi Andojo Soetjipto didukung 25 orang anggota Polri, Kejaksaan dan aktivis kemasyarakatan.

Dibubarkan dengan judicial review MA (03/P/HUM/2000) tanggal 23 Maret 2001

7

Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggaran Negara (KPKPN)

(dibentuk berdasrkan UU No. 28 Tahun 1999)

Terdiri dari 27 anggota yang dipimpin oleh Yusuf Syakir.

Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 akhirnya dilebur menjadi bagian KPK. Upaya mempertahankan KPKPN melaluai permohonan Judicial Review ditolak oleh Mahakamh Konstitusi. Sejumlah pejabat pernah dilaporkan oleh KPKPN, namun banyak kasus yang tidak ditindaklanjuti seperti Mantan Jaksa Agung, MA Rachman.

8

Komisi Pemberantasan Korupsi

(UU No. 30 Tahun 2002)

Pada awal berdirinya dipimpin oleh Taufiqurahman Ruki, Sirajudin Rasul, Amien Sunaryadi, Erry Riyana Harjapamengkas, Tumpak H

Hingga akhir tahun 2004, sudah 2 perkara yang telah dilimpahkan ke Pengadilan. 10 perkara masih dalam proses penyidikan

9

Tim Pemburu Koruptor

Diketuai oleh Wakil Jaksa Agung, Basrief Arief.

diberitakan sudah menurunkan tim pemburu ke lima negara, yaitu Singapura, Amerika Serikat, Hongkong, Cina dan Australia

10

Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor)
Kepres No. 11 Tahun 2005

Diketuai oleh Jampidsus, Hendarman Supanji dan beranggotakan 45 orang

Bertugas menyelesaikan kasus korupsi yang terjadi di 16 badan usaha milik negara (BUMN), 4 Departemen, 3 perusahaan swasta dan 12 koruptor yang melarikan diri.


Terakhir pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri, pemberantasan KKN masih terlihat setengah hati, untuk itu diharapkan pada pemerintahan yang sekarang ini proses pemberantasan terhadap KKN di Indonesia memasuki babak baru dengan komitmen yang sungguh-sungguh.

2. Penegakan hukum yang masih lemah

Berbicara mengenai hukum di Indonesia, maka yang terjadi adalah suatu kemirisan. Betapa suatu proses hukum dapat di manipulasi, yang benar dapat menjadi salah, dan yang salah bisa menjadi yang paling benar. Satu hal yang diinginkan oleh para pencari keadilan dalam berhukum adalah agar tegaknya supremasi hukum di indonesia. Kalau berbicara tentang korupsi, seringkali respon dari kebanyakan masyarakat hanya datar – datar saja, bahkan ada yang menganggap biasa, lain halnya kalau kita berbicara tentang seorang pencopet atau maling ayam yang tertangkap, maka hujatan dan sumpah serapah atau bahkan penghakiman secara massa terhadap pencopet dan maling sial tersebut akan berhamburan.

Dalam pemberantasan KKN payung hukum merupakan legalitas formal dalam pelaksanaanya. Tanpa adanya suatu hukum yang mengatur pemberantasan tindakan KKN, maka usaha tersebut hanya sia-sia dan buang-buang waktu saja. Tidak hanya sebatas penerbitan peraturan atau kebijakan yang mengatur masalah pemberantasan KKN saja yang harus dilakukan, melainkan juga pelaksanaan serta pengawasan dari pelaksanaan peraturan tersebut, mulai dari aparatur hukum, pengadilan hingga Mahkamah Agung.

Seringkali kita mendengar istillah mafia peradilan, plesetan Hakim (Hampiri aku kalau ingin menang), dan jual beli hukum. Hal tersebut merupakan hal yang lumrah bagi sebagian orang, juga menyiratkan bahwa hukum kita bermasalah, lembaga penegak hukum kita bermasalah, bahkan sistem hukum kita pun bermasalah. Kesulitan dalam penegakkan hukum ditemui apabila para penegak hukum, seperti jaksa, hakim, polisi, tidak bertindak tegas. Dengan demikian tidak akan terjadi perubahan apa-apa. Terlebih lagi apabila para penegak hukum dapat disuap, maka para pelaku korupsi malah bebas dan berkembang biak. Dalam situasi penegak hukum tidak tegas dan tidak berani berbuat apa-apa, dan policy pimpinan tidak tegas, serta sistem yang tidak berjalan dengan baik, maka gerakan pemberantasan KKN tidak akan berjalan.

3. Sistem Penggajian yang tidak sesuai

Menurut Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 Gaji adalah sebagai balas jasa dan penghargaan atas prestasi kerja Pegawai Negeri yang bersangkutan. Pada umumnya sistem penggajian dapat digolongkan dalam 2 (dua) sistem, yaitu sistem skala tunggal dan sistem skala ganda. Sistem skala tunggal adalah sistem penggajian yang memberikan gaji yang sama kepada pegawai yang berpangkat sama dengan tidak atau kurang memperhatikan sifat pekerjaan yang dilakukan dan beratnya tanggung jawab pekerjaannya. Sistem skala ganda adalah sistem penggajian yang menentukan besarnya gaji bukan saja didasarkan pada pangkat, tetapi juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan, prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung jawab pekerjaannya.

Selain kedua sistem penggajian tersebut dikenal juga sistem penggajian ketiga yang disebut sistem skala gabungan, yang merupakan perpaduan antara sistem skala tunggal dan sistem skala ganda. Dalam sistem skala gabungan, gaji pokok ditentukan sama bagi Pegawai Negeri yang berpangkat sama, di samping itu diberikan tunjangan kepada Pegawai Negeri yang memikul tanggung jawab yang lebih berat, prestasi yang tinggi atau melakukan pekerjaan tertentu yang sifatnya memerlukan pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga secara terus menerus.

Aparatur negara merupakan subjek pelaku dalam pelaksanaan pembangunan di negara ini. Merekalah yang memiliki akses terhadap fasilitas yang disediakan oleh negara, mereka yang menentukan kegiatan dalam suatu unit organisasi. Dalam upaya pemberantasan KKN Tak dapat dimungkiri, mereka adalah golongan yang harus di kedepankan, karena tindakan KKN kerap terjadi pada kelompok ini.

Secara faktual, tingkat pendapatan pegawai negeri sipil di Indonesia jauh dari kebutuhan minimum yang layak dan manusiawi. Itu pun ditambah dengan minimnya alokasi anggaran untuk kegiatan operasional instansi pemerintah, khususnya aparat penegak hukum, yang mengakibatkan terkendalanya upaya penegakan hukum, termasuk tindak pidana korupsi. Setidaknya hal itulah yang selalu menjadi keluhan aparat kepolisian dan kejaksaan jika masyarakat menagih keseriusan mereka untuk menyelesaikan kasus korupsi. Robert Klitgaard dalam bukunya “Membasmi Korupsi” menyatakan bahwa korupsi akan selalu terjadi jika hasil dari korupsi yang dilakukan jauh lebih tinggi dari insentif yang diterima sebagai pegawai birokrasi. Untuk itu suatu pemberian imbalan yang layak terhadap aparatur negara nerupakan suatu hal yang wajar dilakukan untuk memberantas KKN

4. Sistem Pendidikan yang tidak mengajarkan kotornya KKN

Mengutip tulisan yang dimuat di Kompas Online pada tanggal 11 Maret 2003 bertajuk Memberantas Budaya Korupsi Lewat Pendidikan? yang disusun oleh Paul Suparno seorang dosen di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, dimana menurut beliau praktik korupsi di Indonesia sudah menjamur. Tidak ada bidang kehidupan yang tak tercemar virus korupsi, baik yang kecil maupun besar. Bidang pendidikan pun sudah terkena imbas korupsi. Bentuk-bentuk korupsi dalam bidang pendidikan antara lain adalah korupsi waktu para pengajar dalam mengajar, pengkatrolan nilai siswa atau mahasiswa, korupsi nilai, yayasan sekolah dan penyelenggara sekolah memungut dana tambahan untuk keperluan lain di luar sekolah.

Bagaimana hendak memberantas KKN jika generasi-generasi penerus bangsa di masa depan telah terbiasa dengan pola hidup, pola pendidikan yang berbau KKN, oleh karena itu muncul ide agar budaya korupsi itu secara perlahan dihilangkan lewat pendidikan (Kompas, 8/2/2003). Walaupun nampaknya pendidikan tidak akan berdampak apa pun bagi mereka yang sudah telanjur korupsi dan sudah terbiasa menjalankan korupsi, namun akan bedampak bagi generasi penerus kelak.

B. PEMECAHAN MASALAH

Dari uraian masalah di atas dapat kita rumuskan beberapa solusi yang kiranya dapat di gunakan untuk menyelesaikan masalah pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia, sebagai berikut :

Komitmen pemerintah yang kurang kuat dalam pemberantasan KKN

solusi yang berkaitan dengan komitmen pemerintah yang kurang kuat dalam pemberantasan KKN sebagai berikut :

1. Pemerintah memberikan dukungan moral dan materil kepada aparat penegak hukum

2. Pemerintah menjadi leader dalam pemberantasan korupsi dan terjun langsung dalam usaha pemberantasan KKN

3. Pemerintah tidak pandang bulu dalam menyelesaikan kasus KKN

4. Pemerintah mengefektifkan lembaga-lembaga yang telah dibentuk dalam usaha pemberantasan KKN, karena selama ini pemerintah dinilai setengah-setengah dalam misi memberantas KKN

Penegakan hukum yang masih lemah

Untuk menghilangkan citra rendahnya supremasi hukum di indonesia dalam pemberantasan KKN, maka perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pengembalian kembali citra aparatur hukum, seperti Peradilan, Kejaksaan dan Mahkamah Agung dengan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai dengan hukum itu sendiri

2. Pemecatan atau bahkan penangkapan terhadap aparatur hukum yang terbukti melakukan pelanggaran, serta terlibat dalam korupsi, kolusi dan nepotisme

3. Mengangkat serta menugaskan orang-orang yang bersih KKN serta memiliki perhatian lebih terhadap pemberantasan KKN

4. Penyusunan peraturan perundangan atau kebijakan lain yang mengarah kepada pemberantasan KKN

5. Aparat hukum harus mampu menjerat pelaku-pelaku tindakan KKN yang telah terindikasi terlibat.

6. Aparat hukum harus mampu membuktikan dan menjebloskan pelaku KKN serta mengembalikan apa yang seharusnya menjadi hak negara.

7. Menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku KKN, dengan harapan hukuman yang berat membuat pelaku KKN berpikir dua kali untuk bertindak.

Sistem Penggajian yang tidak sesuai

Memberantas KKN melalui perubahan sistem penggajian dapat ditempuh melalui :

1. Penerbitan Undang-undang yang mengatur pemberian imbalan yang sesuai terhadap pegawai

2. Penerapan Konsep Carrot and Stick atau Kecukupan dan Hukuman dalam penggajian aparatur pemerintah. Carrot adalah pendapatan bersih (net take home pay) untuk pegawai negeri, baik sipil maupun TNI dan POLRI yang jelas mencukupi untuk hidup dengan standar yang sesuai dengan pendidikan, pengetahuan, tanggung jawab, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya. Kalau perlu pendapatan ini dibuat demikian tingginya, sehingga tidak saja cukup untuk hidup layak, tetapi cukup untuk hidup dengan gaya yang “gagah”. Tidak berlebihan, tetapi tidak kalah dibandingkan dengan tingkat pendapatan orang yang sama dengan kwalifikasi pendidikan dan kemampuan serta kepemimpinan yang sama di sektor swasta. Stick atau arti harfiahnya pentung adalah hukuman yang dikenakan kalau kesemuanya ini sudah dipenuhi dan masih berani korupsi.


Sistem Pendidikan yang tidak mengajarkan kotornya KKN

Salah satu cara untuk memberantas KKN melalui sistem pendidikan antara lain sebagai berikut :

1. Secara langsung, mungkin pendidikan tidak menyentuh esensi pemberantasan KKN, namun kalau dilihat proses kedepannya, maka sistem pendidikan merupakan jalur yang tepat untuk memberantas KKN

2. Perancangan kurikulum pendidikan mulai tingkat SLTP, yang menanamkan kepada anak didik tentang hak dan kewajiban warga negara atas negaranya, juga menanamkan rasa memiliki negara ini, dengan mengajarkan apa sebenarnya yang dimaksud dengan korupsi, akibatnya, dan rasa kebenciannya terhadap korupsi,

3. Pembersihan pranata pendidikan dari unsur-unsur KKN, baik dari kalangan akademisi maupun birokratnya.


BAB III

PENUTUP

  1. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan mengenai permasalahan dalam Pemberantasan KKN di Indonesia dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

    1. Korupsi, kolusi dan nepotisme yang terjadi Indonesia saat ini sudah dalam posisi yang sangat parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan
    2. Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak hanya dilakukan antar Penyelenggara Negara melainkan juga antara Penyelenggara Negara dengan pihak lain yang dapat merusak sendi2 kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta membahayakan eksistensi negara, sehingga diperlukan landasan hukum untuk pencegahannya
    3. Good Governance merupakan suatu keharusan yang harus ditempuh dalam pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara.
    4. Dalam pelaksanaan pemberantasan KKN di Indonesia ditemukan beberapa masalah yakni, Komitmen pemerintah yang kurang kuat dalam pemberantasan KKN, Penegakan hukum yang masih lemah, Sistem Penggajian yang tidak sesuai, Sistem Pendidikan yang terimbas KKN
  1. SARAN

Berdasarkan uraian mengenai kesulitan pemberantasan KKN di Indonesia dapat penulis kemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Kejahatan korupsi, kolusi dan nepotisme tidak akan pernah dapat diberantas jika tidak ada kemauan dari seluruh pihak untuk memberantasnya

2. Pemerintah harus memberikan komitmen dalam pemberantasan KKN serta menjadi soko guru dalam usaha pemberantasan selanjutnya

3. Perbaikan sistem nasional secara menyeluruh secara bertahap yang menekankan kepada prioritas penegakan hukum, perbaikan sistem penggajian aparatur pemerintah, serta sistem pendidikan.

4. Mulailah dari saat ini, mulai dari hal-hal kecil, mulai dari diri sendiri untuk memberantas KKN di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan bebas KKN

Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantas tindak Pidana Korupsi

Kwik Kian Gie, Pemberantasan Korupsi untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan, dan Keadilan, tanpa penerbit tanpa tahun

Klitgard, Robert , 1998. Membasmi Korupsi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Tim Pemberantasan Korupsi antara harapan dan kekhawatiran online diakses 18 Agustus 2005 (http://www.pemantauperadilan.com)

No comments:

Post a Comment