Kisah Sukses Bekas Tentara yang Miliki Tempat Kos
Senin, 12 Juni 2006
Sutarto (56) mempersiapkan masa pensiunnya dengan terencana. Setelah tidak aktif dinas di TNI Angkatan Laut, Sutarto yang pernah mengajar di Lemhannas ini membangun rumah kos di atas lahan seluas 1.450 meter persegi di Kelurahan Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok. Beroperasi sejak tiga tahun silam, rumah kos yang diberi nama Griya Nafan’s itu berlantai dua dan memiliki 87 kamar. "Saya dan istri sudah memikirkan masa depan. Bisnis kos tak pernah rugi, dan stabil. Lagi pula, ini bukan bisnis murni karena secara tak langsung ikut membangun bangsa," ungkap Sutarto dalam percakapan dengan Kompas pertengahan Mei lalu.
Sutarto yang terakhir berpangkat laksamana muda itu menerapkan pengawasan ketat di rumah kos yang dikhususkan untuk putri itu. Mereka yang pulang di atas pukul 22.00 diwajibkan melapor ke penjaga di gerbang. "Saya biasakan mereka hidup disiplin. Saya tak ingin terjadi sesuatu pada mereka. Kalau ada masalah, dapat cepat diselesaikan," kata lelaki kelahiran Sragen, Jawa Tengah, itu sambil menyebut bahwa 30 persen orangtua penghuni kosnya tinggal di Jakarta.
Menurut Sutarto yang masuk Akademi Angkatan Laut tahun 1973 itu, ia merasa dititipi anak, apalagi anak perempuan, sehingga ia menganggap anak-anak kos itu anaknya sendiri. Ia menyempatkan diri datang, mengontrol, mengawasi anak-anak kos agar orangtua mereka tidak waswas, terutama mereka yang berasal dari luar kota. Karena itu, ia sering bolak-balik dari rumahnya di Pondok Cibubur, Cimanggis, ke rumah kos miliknya di Pondok Cina.
Lokasi rumah kosnya tak jauh dari Jalan Margonda Raya, jalan utama di Kota Depok. Juga tidak jauh dari pusat perbelanjaan Margo City , Depok Town Square , dan Toko Buku Gramedia.
"Lokasi strategis inilah yang membuat rumah kos ini jarang sepi karena aksesnya mudah. Mahasiswa UI yang membawa kendaraan sendiri dapat lewat Jalan Margonda ke gerbang utama UI. Kalau yang berjalan kaki, lewat belakang, melalui pintu Stasiun UI. Mahasiswa Gunadarma pun cukup berjalan kaki menuju kampus di Margonda, naik kendaraan ke kampus di Kelapa Dua. Selain itu, kami utamakan kenyamanan dan keamanan," paparnya.
Dari 87 kamar yang harga sewa per kamar Rp 325.000 per bulan, saat itu terisi 84 kamar. Artinya, pendapatan sebulannya Rp 27,3 juta. Jika dikurangi biaya operasional sekitar Rp 10 juta untuk gaji pegawai dan perawatan, ia memperoleh pendapatan bersih sekitar Rp 17 juta!
Pembayaran biaya kos ditentukan antara tanggal 1 sampai 10. Jika lewat tanggal 10, penghuni kos wajib membayar denda. Hari pertama Rp 10.000, selanjutnya setiap hari Rp 5.000. Sistem pembayaran dilakukan melalui ATM BCA, BII, dan Bank Mandiri. "Ini untuk mengurangi kesibukan administrasi keuangan," kata Sutarto, yang memiliki lima pegawai.
Rumah kos itu juga membuka kantin agar makanan dan minuman terjaga kebersihannya. Penghuni kos dapat mengambil sendiri dan cukup membayar Rp 3.000-Rp 5.000 sekali makan. Kantin itu dibuka pukul 06.00-22.00.
Sutarto yang menjalankan bisnis bersama istrinya, Ny Endang Pertiwi (53), juga membangun Bale Bengong atau semacam saung untuk mahasiswa beristirahat sambil menunggu jam kuliah berikutnya.
Selain berbisnis rumah kos, Sutarto yang memiliki dua putra ini juga menjalankan usaha penangkapan ikan tuna di Bali, sesuai dengan latar belakangnya. "Yang penting, kita harus selalu bersyukur dan menikmati hidup. Tak boleh ngoyo. Kalau dapat membantu orang lain, saya bahagia," katanya tentang filosofi hidupnya. (KSP)
Taken from :http://www.kompas.com/kompas-cetak/0606/12/metro/2715100.htm
(edited by author)
Analisa ’Kisah Sukses Bekas Tentara yang Miliki Tempat Kos’ dari sudut Kewirausahaan
Deskripsi
Artikel berjudul ”Kisah Sukses Bekas Tentara yang Miliki Tempat Kos” menggambarkan kisah sukses seorang mantan tentara yang sukses dalam berwirausaha, utamanya dalam bidang penyewaan tempat tinggal. Berawal tiga tahun lalu ketika Sutarto menjalani masa purna bakti / pensiun, Dia telah merencanakan sebelumnya untuk mengisi masa pensiunnya dengan kegiatan yang dapat menunjang kehidupannya kelak setelah tidak rutin bekerja lagi.
Dengan alasan bahwa Bisnis kos tak pernah rugi, dan stabil, Sutarto terjun menekuni bisnis ini dengan membangun rumah kos di atas lahan seluas 1.450 meter persegi di Kelurahan Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok yang diberinya nama Griya Nafan’s. Bermodal dengan lokasi yang strategis tak jauh dari Jalan Margonda Raya, jalan utama di Kota Depok. Juga tidak jauh dari pusat perbelanjaan Margo City , Depok Town Square , dan Toko Buku Gramedia. Selain hal diatas, terkait dengan akses, Mahasiswa UI yang koss di Griya Nafan’s yang membawa kendaraan sendiri dapat lewat Jalan Margonda ke gerbang utama UI. Kalau yang berjalan kaki, lewat belakang, melalui pintu Stasiun UI. Mahasiswa Gunadarma pun cukup berjalan kaki menuju kampus di Margonda, naik kendaraan ke kampus di Kelapa Dua.
Pengelolaan koss yang mengutamakan kedisiplinan terutama karena penghuni kossnya adalah wanita dilakukan agar suasana koss aman dan nyaman. Yang membedakan Griya Nafan’s dengan koss-kossan yang lain adalah pengelolaannya yang menggunakan sistem pembayaran melalui perbankan, yakni melalui BCA, BII, dan Bank Mandiri guna mengurangi kesibukan administrasi keuangan. Selain itu juga Griya Nafan’s membuka kantin agar makanan dan minuman terjaga kebersihannya. Penghuni kos dapat mengambil sendiri dan cukup membayar Rp 3.000-Rp 5.000 sekali makan. Terdapat juga Bale bengong berupa pendopo yang digunakan sebgai ruang tunggu serta ruagn bercengkrama bagi mahasiswa yang menungu jam kuliah. Dalam pengelolaan Griya Nafan’s Sutarto dibantu oleh lima orang pegawai yang menjadi karyawannya.
Analisa
Beberapa hal yang dapat diuraikan terkait analisa artikel berjudul ”Kisah Sukses Bekas Tentara yang Miliki Tempat Kos” dengan teori kewirausahaan adalah sebagai berikut :
Menguatkan pernyataan ”Kewirausahaan tidak ditentukan oleh umur”
Dalam kajian ilmu kewirausahaan seringkali muncul pertanyaan, ”Kapankah menjadi seorang wirausahawan?” Kemudian tidak sedikit juga ada pernyataan ”Wirausaha hanya untuk orang-orang muda saja”. Pertanyaan serta pernyataan diatas tentunya terjawab dan termentahkan.
Fakta menyebutkan bahwa menjadi seorang wirausahawan bisa kapan saja, tidak terkait dengan faktor usia, entah itu dia anak-anak, remaja, dewasa, bahkan tua sekalipun. Dalam artikel yang dibahas dalam makaah ini, seorang pensiunan yang tentunya dalam perhitungan pemerintah sudah dianggap tidak produktif lagi ternyata mampu berkarya dan berniaga melalui usaha koss yang digelutinya.
Ciri seorang wirausaha berupa sikap banyak ide, kratif dan inovatif
Memiliki banyak ide dalam artian selalu memunculkan ide-ide baru, kreatif serta inovatif. Terlihat beberapa hal yang relevan dalam artikel dengan ciri kewirausahaan yakni pengelolaan rumah koss yang dia miliki. Berbeda dengan pengelolaan kos-kossan yang lain, Sutarto memanfaatkan jasa perbankan dalam sistem pembayaran sewa kossnya. Ini merupakan ide yang inovatif karena selama ini pada umumnya dalam pembayaran uang sewa senantiasa langsung dan cash antara penyewa dengan pemilik. Hal ini tentunya memudahkan dalam administrasi keuangannya. Apalagi jika melihat jumlah kamar yang dikelolanya tidak sedikit yakni sekitar 87 kamar, hal ini berarti penggunaan jasa perbankan telah mempermudah dirinya dalam mengelola serta memudahkan penyewa dalam membayar.
Selain sistem pembayaran, penyediaan tempat makan / kantin bagi penyewa merupakan suatu kreatifitas sendiri. Ibaratnya Sutarto menciptakan ”pasar” sendiri di lingkungannya. Ia memperlakukan penyewa kossnya sebagai ladang penghasil uang yang tidak hanya dari sewa kamar melainkan dari kantin yang dikelolanya. Namun disamping eksplorasi dengan asas saling menguntungkan Sutarto juga tetap menggunakan nuraninya untuk menerapkan sistem kekeluargaan dalam pengelolaan kossnya yakni dengan suasana yang kekeluargaan juga dengan membina hubungan baik dengan orang tua yang menitipkan anaknya untuk koss di tempatnya. Satu hal yang merupakan ide kreatif yakni pembangunan Bale Bengong, yaitu sebuah saung yang digunakan mahasiswa beristirahat sambil menunggu jam kuliah berikutnya.
Ciri seorang wirausaha berupa rasa percaya diri, ulet serta bersikap optimis
Rasa percaya diri seorang wirausahawan terlihat dari pilihannya untuk menekuni dunia penyewaan kamar, padahal tentunya masih banyak pilihan bisnis yang lebih menarik. Sikap optimis juga terlihat dari alasan mengapa dia membuka bisnis koss yakni dengan asumsi bahwa Bisnis kos tak pernah rugi, dan stabil. Itu merupakan sebuah rasa optimis bahwa bisnisnya akan terus hidup kelak.
Ciri seorang wirausaha yakni mampu memimpin suatu organisasi dengan efektif
Hal terakhir yang dapat dianalisa dalam artikel tersebut yakni kemampuan Sutarto dalam mengelola dan mengorganisasi bisnisnya. Tentunya ada satu ciri dalam manajemen yang Ia pegang erat yakni dalam mengelola suatu usaha tidak bisa sendiri, melainkan harus bekerja sama dengan orang lain. Hal itulah yang melatarbelakangi Sutarto bahu membahu dengan istrinya Ny. Endang Pertiwi dalam mebesarkan bisnis ini. Kemudian dilanjutkan dengan merekrut lima orang karyawan untuk turut membantunya dalam mengelola binis koss tersebut.
Kesimpulan
Beberapa hal yang penulis simpulkan terkait makalah dengan judul ”Analisa ’Kisah Sukses Bekas Tentara yang Miliki Tempat Kos’ dari sudut Kewirausahaan” adalah sebagai berikut :
1. Menjadi seorang wirausahawan tidak tergantung oleh usia. Berapa pun usia kita, kita berkesempatan menjadi seorang entrepreneur.
2. Menjadi seorang wirausaha bisa berarti menjadi orang yang banyak ide, kreatif serta inovatif
3. Senantiasa percaya diri, ulet serta bersikap optimis merupakan modal utama untuk menjadi seorang entrepreneur
4. belajar dan mampu untuk memimpin suatu organisasi dengan efektif serta memegang prinsip-prinsip manajerial merupakan tambahan modal berharga dalam membesarkan suatu bisnis yang ditekuni
5. Sutarto merupakan salah satu contoh individu yang memiliki jiwa entrepreneurship yang tidak hanya sebatas teoritikal saja namun menerapkannya dalam bisnis hunian Koss.
No comments:
Post a Comment