Wednesday, April 8, 2009

Solusi Kebijakan dalam Kasus Kekerasan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)


BAB I


PENDAHULUAN



<!--[if !supportLists]-->A. <!--[endif]-->Latar belakang Masalah


Merebaknya kasus kematian Cliff Muntu, Praja pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) asal Sulawesi Utara melalui pemberitaan-pemberitaan media, baik cetak maupun media elektronik yang tersebar luas di masyarakat, serta kemudian menjadi topik perbincangan berbagai kalangan baik dari rakyat jelata hingga pejabat negara sekaliber presiden telah menjadikan kasus tersebut menjadi agenda pemerintah yang secara cepat harus ditangani.


Kasus kematian Cliff Muntu yang terindikasi dan terbukti akibat tindak kekerasan, bukan merupakan kasus kekerasan biasa, karena hal tersebut terjadi di sebuah institusi pencetak aparatur pemerintah baik pusat maupun daerah, serta merupakan suatu rangkaian atas peristiwa kekerasan serupa yang pernah terjadi beberapa waktu lalu. Kasus ini menimbulkan desakan yang kuat bagi pemerintah untuk membubarkan institusi tersebut.


Kasus kematian Cliff Muntu sebenarnya bukan yang pertama kali terjadi, Selama ini, terjadi beberapa kasus kekerasan yang mengarah perbuatan kriminal dilakukan oleh beberapa oknum praja IPDN yang menyebabkan kematian sesama praja. Tindak kekerasan tersebut umumnya berupa penganiayaan dari praja senior kepada praja yunior dengan dalih pendisiplinan. Menurut salah seorang dosennya, Inu Kencana Syafiie, sejak tahun 1990-an sudah ada 35 orang praja yang meninggal dunia, tapi baru 10 kasus yang terungkap. Beberapa kasus yang terungkap di media massa diantaranya :



  • Kasus terbaru adalah kematian seorang praja tingkat 2, Cliff Muntu, asal Sulawesi Utara, pada hari Selasa tanggal 3 April 2007, yang mendapat tindak kekerasan dari praja tingkat 3.

  • Sebelumnya kasus kekerasan juga dialami praja Wahyu Hidayat, yang meninggal dunia pada tanggal 3 September 2003 akibat penganiayaan seniornya. Dalam hal ini, delapan orang praja kemudian divonis 10 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sumedang.

  • Kasus lainnya adalah kematian Ery Rahman pada tanggal 3 Maret 2000 juga akibat penganiayaan seniornya.

  • Kasus kematian Aliyan bin Jerani, praja dari Kalimantan Barat yang dilaporkan tewas pada 8 Juni 1993 akibat terjatuh dari lantai dua Barak Lampung. Namun penyebab kematian ini diragukan oleh keluarganya sekarang, meskipun sebelumnya mereka menerima begitu saja laporan dari pihak IPDN.

  • Kasus anarkis juga terjadi dalam pertentangan antar kelompok praja, seperti yang terjadi pada tanggal 1 Maret 2005 ketika terjadi aksi saling lempar piring antara sekelompok Wasana Praja (mahasiswa tingkat IV) dengan sekelompok Madya Praja (mahasiswa tingkat II). Akibatnya 11 orang praja mengalami luka-luka, beberapa sampai harus mendapatkan perawatan di RSHS Bandung.

  • Kekerasan dari praja bahkan juga menimpa mereka yang baru berstatus calon praja, seperti yang dialami oleh Ichsan Suheri asal Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 25 Oktober 2004.

Kasus kekerasan yang terjadi di IPDN merupakan kasus yang bersifat khusus, serta mendesak untuk diselesaikan. Beberapa ciri yang dapat di identifikasi sehingga kasus ini memiliki nilai tawar tinggi untuk segera diselesaikan oleh pemerintah adalah pertama, isu kekerasan merupakan isu yang krusial serta tidak dapat diabaikan begitu saja. Selain upaya untuk mencegah terjadinya kasus-kasus serupa jika tidak diambil tindakan secepatnya, Isu kekerasan yang terjadi di institusi pencetak aparatur-aparatur pemerintah ini tidak saja akan mencoreng pemerintah yang sedang berkuasa saat ini, namun juga dapat menimbulkan kekhawatiran masyarakat terhadap aparatur-aparatur yang dihasilkan oleh institusi tersebut. Kedua, kasus ini memiliki dampak yang luas jika tidak ditangani dengan segera. Respon tinggi dari masyarakat, yang terlihat dalam pemberitaan media serta beberapa tulisan-tulisan dari pakar maupun masyarakat membuktikan perhatian yang luar biasa untuk segera ditangani. Ketiga, kasus ini berpotensi menimbulkan problem yang lebih besar jika tidak diselesaikan dengan segera. Misalnya hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang berkuasa saat ini. Keempat, kasus ini mampu menyedot perhatian masyarakat. Seperti yang telah disebutkan dimuka mulai dari kalangan rakyat jelata sampai pada pucuk pimpinan lembaga-lembaga negara seperti Presiden, Wakil presiden, ketua MPR, kalangan DPR & DPD, serta pucuk pimpinan partai politik.


Buntut dari berkembangnya kasus ini adalah penon-aktifan rektor IPDN Prof. Dr. I Nyoman Sumaryadi dari jabatannya pada tanggal 12 April 2007. serta instruksi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk dilakukan pembenahan terhadap IPDN serta tidak diperbolehkannya IPDN untuk menerima praja baru untuk tahun ajaran 2007. hal ini ditindaklanjuti dengan keluarnya Surat Edaran Nomor 892.22/803/SJ 16 April 2007, Menteri Dalam Negeri yang isinya meminta kepada semua pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk tidak lagi mengirimkan siswa ke IPDN.


Langkah-langkah yang telah diambil pemerintah saat ini hanyalah suatu proses awal untuk menuju ke penyelesaian masalah yang lebih permanen serta memiliki dasar hukum yang tetap. Wacana untuk melakukan perubahan fundamental terhadap IPDN yang artinya tetap memelihara eksistensi IPDN atau langkah pembubaran IPDN saat ini menjadi masalah yang tengah dipikirkan oleh pemerintah saat ini.



<!--[if !supportLists]-->B. <!--[endif]-->Rumusan Masalah


Permasalahan terkait dengan judul makalah “Solusi Kebijakan dalam kasus kekerasan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)” yang penulis rumuskan dalam makalah ini adalah Bagaimana memecahkan problem tentang kekerasan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).


BAB II

ANALISA



<!--[if !supportLists]-->A. <!--[endif]-->Landasan Teori



Berikut adalah landasan berpikir yang penulis gunakan dalam menyusun makalah ini :


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Kebijakan Publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu, yang dilakukan oleh instansi yang berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan negara dan pembangunan (Mustopadidjaja).


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Model Rasional Komfrehensif adalah model dalam perumusan kebijakan yang didasarkan pada rasionalitas, dikembangkan berdasarkan cost and benefit analysis, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan ekonomi berdasarkan efisiensi.


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Formulasi kebijakan melalui model ini melalui langkah-langkah sebagai berikut, yakni :


<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->mengetahui preferensi publik dan kecenderungannya berupa data dan informasi yang relevan terhadap kebijakan


<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->menemukan alternatif – alternatif kebijakan


<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->menginventarisir nilai dan sumber kebijakan tersebut


<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->mempersiapkan secara komplet seperangkat prediksi cost and benefit dari setiap alternatif kebijakan.


<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->Menghitung akibat serta konsekuensi dari alternatif kebijakan yang dipilih


<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->Membandingkan antar alternatif kebijakan.


<!--[if !supportLists]-->B. <!--[endif]-->Sekilas tentang IPDN

Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) adalah salah satu Lembaga Pendidikan Tinggi Kedinasan dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri, dengan maksud untuk mempersiapkan kader pemerintahan dalam negeri yang siap tugas dan siap dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan tugas pembangunan, baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat secara berdaya guna dan berhasil guna.


Berawal dari didirikannya Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di Malang Jawa Timur pada tanggal 1 Maret 1956 berdasarkan SK Mendagri No.Pend. 1/20/565 tanggal 24 September 1956 dengan Direktur Pertama dr. Raspio Woerjadiningrat. Untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kader aparatur pemerintah di tiap daerah, maka sejak tahun 1965 satu demi satu didirikan APDN di berbagai propinsi dan pada tahun 1970 telah berdiri 20 APDN di seluruh Nusantara, lokasi-lokasi APDN tersebut adalah di Banda Aceh, Medan, Bukittinggi, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Tanjung Karang, Bandung, Semarang, Malang, Mataram, Kupang, Ujung Pandang, Manado, Pontianak, Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Ambon, dan Jayapura.


Sampai dengan tahun pendidikan 1991, yaitu tahun alumnus berakhimya operasi APDN di daerah-daerah telah menghasilkan 27.910 orang, yang penempatannya tersebar di 27 Propinsi. Kini para alumninya sudah mengembangkan diri untuk pendidikan selanjutnya dan pada umumnya sudah menduduki jabatan teratas di lingkungan Departemen Dalam Negeri. Untuk menyamakan pola pendidikan APDN dikeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 38 Tahun 1988 tentang Pembentukan APDN yang bersifat Nasional yang dipusatkan di Jatinangor, Sumedang Jawa Barat. Dalam proses perkembangan selanjutnya dikeluarkan Keputusan Presiden No.42 Tahun 1992, yang mengubah APDN menjadi Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri disingkat menjadi STPDN. Bagi lulusan Program D-IV STPDN berhak menyandang gelar "SSTP" (“Sarjana Sains Terapan Pemerintahan”). Lulusan atau alumni STPDN diharapkan memiliki tiga kompetensi dasar yaitu :



  • Kepemimpinan (Leadership),

  • Kepelayanan (Stewardship),

  • Kenegarawanan (Statemanship).

Setelah terjadi kasus kekerasan pada praja Wahyu Hidayat yang menyebabkannya meninggal dunia, pemerintah melalui Departemen Dalam Negeri akhirnya memutuskan melebur Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) dan Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) dalam wadah baru bernama Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada tahun 2005. Perubahan yang diatur Keppres Nomor 87/2004 tentang Penggabungan STPDN dan IIP dan Permen Dalam Negeri No. 29 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja IPDN.


<!--[if !supportLists]-->C. <!--[endif]-->Identifikasi Stakeholders



Dari sudut manapun kebijakan publik selalu terkait dengan orang-orang atau keleompok-kelompok tertentu yang turut memiliki andil dalam formulasi kebijakan tertentu. Pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan kekerasan di IPDN dan fungsinya masing-masing adalah sebagai berikut :


<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Pemerintah Pusat sebagai penanggung jawab penyelenggaraan negara secara keseluruhan.


<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Pemerintah daerah propinsi Jawa Barat, selaku pihak eksekutif yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap segala permasalahan yang terjadi di wilayahnya.


<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Bupati Sumedang, selaku kepala daerah kabupaten yang memiliki wewenang atas berdirinya kampus IPDN di daerahnya, serta bertanggung jawab atas persoalan yang terjadi di sana.


<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Departemen Dalam Negeri, selaku pihak yang bertanggungjawab atas penyelenggaraan pendidikan di IPDN.


<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Kepolisian selaku pihak yang menyelidiki kasus kematian Cliff Muntu.


<!--[if !supportLists]-->6. <!--[endif]-->Departemen Pendidikan Nasional, selaku kepanjangan tangan presiden dalam permasalahan yang menyangkut pendidikan


<!--[if !supportLists]-->7. <!--[endif]-->Rektoral serta Jajaran kepengurusan IPDN selaku pelaksana harian kegiatan belajar mengajar di kampus IPDN serta sebagai penangungjawab pendidikan kedinasan pemerintahan dalam Negeri.


<!--[if !supportLists]-->8. <!--[endif]-->Para Gubernur / Kepala daerah yang mengirimkan utusannya untuk dididik menjadi aparat di IPDN.


<!--[if !supportLists]-->9. <!--[endif]-->Komisi II DPR RI, komisi di DPR membidangi pemerintahan dalam negeri dan aparatur negara, yang secara tidak langsung menaungi serta memonitor pelaksanaan pendidikan aparatur negara di IPDN.



<!--[if !supportLists]-->D. <!--[endif]-->Formulasi Kebijakan



Tahapan-tahapan formulasi kebijakan dalam kasus IPDN dapat di lihat dari langkah-langkah berikut ini :


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Mengetahui preferensi publik dan kecenderungannya berupa data dan informasi yang relevan terhadap kebijakan


Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber dapat penulis kemukakan beberapa data dan informasi yang sekiranya berguna dalam menyelesaikan kasus ini.


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Dasar pembentukan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) yang pertama di Malang Jawa Timur adalah SK Mendagri No.Pend. 1/20/565 tanggal 24 September 1956, yang disusul dengan berdirinya 20 APDN di seluruh Nusantara.


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Dasar pembentukan STPDN, Keputusan Presiden No.42 Tahun 1992, yang mengubah APDN menjadi Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri disingkat menjadi STPDN.


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Dasar pembentukan IPDN, Keppres Nomor 87/2004 tentang Penggabungan STPDN dan IIP dan Permen Dalam Negeri No. 29 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja IPDN.


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Telah dibentuk Tim Evaluasi Penyelenggara Pendidikan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) diketuai oleh Ryaas Rasyid


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Pergantian rektor IPDN dari Prof. Dr. I Nyoman Sumaryadi ke Johanis Kaloh


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Sejak tahun 1990-an telah 35 orang praja yang meninggal dunia


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Hampir seluruh propinsi mengirimkan utusannya untuk dibina menjadi aparatur negara di IPDN


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->IPDN menyerap dana 150 miliar pertahun untuk pembinaan serta biaya operasional.


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Ada sekitar 4000 siswa yang saat ini menempati komplek kampus IPDN Jatinangor


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Pelaku tindak kekerasan terhadap Cliff Muntu telah diamankan oleh yang berwajib, begitu pula dengan pelaku kejahatan terhadap Wahyu Hidayat tahun 2003.


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Umunya masyarakat prihatin terhadap tindak kekerasan tersebut, banyak juga yang menghendaki di bubarkannya IPDN


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Ketidaktransparanan dalam rekrutmen calon praja serta pengelolaan keuangan.


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Menemukan alternatif – alternatif kebijakan


Beberapa alternatif kebijakan terkait kasus kekerasan yang terjadi di IPDN dapat di uraikan sebagai berikut :


<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Bubarkan IPDN


Alternatif kebijakan ini menghendaki pembubaran IPDN karena dianggap telah menyalahi aturan-aturan yang semestinya hingga terjadinya kasus kekerasan tersebut, juga kekhawatiran jika IPDN tidak dibubarkan maka hal serupa akan terulang kembali di waktu yang akan datang. Selain itu bahan pertimbangan bahwa dana yang dikeluarkan untuk operasional IPDN sangat besar, sehingga lebih baik membubarkan IPDN dan mengembalikan praja-prajanya ke daerah asalnya masing-masing, selanjutnya diserahkan pada kebijakan daerah untuk menentukan langkah bagi Praja-paraja yang dikembalikan tersebut. Atau juga Praja-praja yang ada saat ini dimasukan ke universitas-universitas yang memiliki fakultas ilmu pemerintahan di kampus-kampus lain di tanah air.


<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Revolusi IPDN,


Alternatif kebijakan ini tetap membiarkan IPDN berdiri (memelihara eksistensi IPDN), namun perlu adanya perubahan mendasar dari sistem yang berada saat ini, dari mulai rekruitmen, pola asuh, administrasi, kontrol operasional, serta perhatian dari pemerintah. Proses rekruitmen calon praja penting untuk di evaluasi serta di rombak karena selama ini dalam proses penerimaan praja IPDN disinyalir terdapat praktek percaloan. Pola asuh bagi praja pun perlu diperhatikan dengan seksama, perlu adanya pengawasan melekat dari pengelola kampus, mengingat praja adalah CPNS/PNS. Perubahan Sistem administrasi baik administrasi keuangan maupun administrasi kemahasiswaan juga patut di kedepankan, Audit keuangan dan Pembinaan mahasiswa dapat dilakukan secara rutin guna melihat performance dari penyelenggaraan IPDN. Hal ini tentunya dapat menghilangkan budaya ketidaktransparanan dalam pengelolaan, karena selama ini terdapat indikasi adanya penggelapan oleh oknum pengelola. Untuk menjaga kualitas dari Praja dapat menerapkan sistem drop out dalam pencapaian nilai akademis bagi praja yang tidak mencapai nilai tertentu yang telah ditentukan. Hal ini juga dilakukan dengan melihat aspek budi pekerti dan sosial. Selain itu perlu di lakukan langkan revolusioner seperti memangkas 4 generasi dari sekarang, sehingga tidak ada lagi dendam turunan. Pertimbangan untuk pemerintah saat menunggu masa tenggang 4 tahun tersebut adalah dengan merekrut aparatur melalui penerimaan pegawai secara rutin.


<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Desentralisasi IPDN


Alternatif kebijakan ini adalah mendirikan IPDN-IPDN yang bersifat regional di wilayah-wilayah tertentu di tanah air. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan mahasiswa yang dididik di daerah asalnya diharapkan dapat memahami karakteristik dari daerahnya masing-masing. Juga akan lebih mendekatkan mahasiswa yang akan di orbitkan sebagai aparatur daerah kepada rakyatnya. Apalagi saat ini adalah era otonomi daerah.



<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Menginventarisir nilai dan sumber kebijakan tersebut


Nilai-nilai yang harus di pegang teguh dalam penyelesaian kasus kekerasan di IPDN adalah :


<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Aspek penegakan hukum dan HAM, dengan menindak setiap pelaku tindak kekerasan tersebut berdasarkan aturan yang berlaku


<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Keadilan


<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Berpegang teguh pada UUD 1945 dan Pancasila


<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Transparansi dan Akuntabilitas



<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Mempersiapkan secara komplet seperangkat prediksi cost and benefit dari setiap alternatif kebijakan.

























No


Ramalan


Akibat + Konsekuensi


Pembobotan



1



Pembubaran IPDN


<!--[if !vml]--><!--[endif]-->Biaya * 150 Milyar


<!--[if !vml]--><!--[endif]-->Manfaat ** Jangka Pendek



<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Biaya kecil


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Pemerintah tidak kredibel


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Adanya resistensi (kuat)


3 + 1 = 4



2



Revolusi IPDN


<!--[if !vml]--><!--[endif]-->Biaya 300 Milyar


<!--[if !vml]--><!--[endif]-->Manfaat Jangka Panjang



<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Biaya tinggi


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Pemerintah kredibel


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Adanya resitensi (sedang)


2 + 3 = 5



3



Desentralisasi IPDN


<!--[if !vml]--><!--[endif]-->Biaya 750 Milyar


<!--[if !vml]--><!--[endif]-->Manfaat Jangka Panjang



<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Biaya tinggi


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Pemerintah kredibel


<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Adanya resistensi (sedang)


1 + 3 = 4



Keterangan :


* Dalam pembobotan biaya, nilainya merupakan suatu asumsi, dimana semakin besar biayanya, semakin kecil bobotnya. Besarnya skala penilaian antara 1 sampai dengan 3.


** Dalam menilai bobot manfaat, semakin panjang manfaatnya, semakin besar bobotnya. Bobot nilai antara 1 sampai dengan 3.



<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Menghitung akibat serta konsekuensi dari alternatif kebijakan yang dipilih


Berikut analisa mengenai akibat dan konsekuensi dari alternatif kebijakan yang diambil oleh pemerintah :


<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Bubarkan IPDN


<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->Biaya yang dikeluarkan relatif kecil





<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->Pemerintah cenderung kredibel, karena langkah pembubaran IPDN dapat dilihat sebagai langkah emosional saja dan bersifat reaktif


<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->Akibat dari pembubaran IPDN adalah kondisi kampus menjadi terbengkalai.


<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->Langkah yang diambil ini kemungkinan akan menghadapi resistensi yang tinggi dari pihak-pihak yang selama ini mengambil keuntungan dari keberadaan IPDN


<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Revolusi IPDN


<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->Biaya yang dikeluarkan akan relatif lebih besar


<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->Pemerintah cenderung lebih kredibel, karena dapat bertindak dengan jernih dan logis. Suatu pemikiran logis dari wakil presiden menyangkut eksistensi IPDN yaitu, "Jangan karena lumbung ada tikusnya langsung lumbung kita bakar semuanya. Tikusnya saja yang kita cari”.


<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->Resistensi terhadap revolusi di tubuh IPDN cenderung tidak sebesar dibanding dengan pilihan pembubarannya.


<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Desentralisasi IPDN


<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->Biaya yang dikeluarkan tinggi, untuk membangun infrastruktur IPDN baru di daerah


<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->Pemerintah cenderung lebih kredibel, karena dapat bertindak dengan jernih dan logis.


<!--[if !supportLists]-->§ <!--[endif]-->Langkah yang diambil ini kemungkinan akan menghadapi resistensi yang tinggi dari pihak-pihak yang selama ini mengambil keuntungan dari keberadaan IPDN



<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Membandingkan antar Alternatif Kebijakan dan Solusi Kebijakan


Dengan beracuan kepada model rasional komfrehensif, berdasarkan perhitungan biaya, manfaat yang diperoleh serta memperhitungkan konsekuensi serta akibat yang ditimbulkan dari masing-masing alternatif kebijakan yang diambil maka kebijakan untuk mempertahankan eksistensi IPDN melalui langkan Revolusi menjadi menjadi pilihan yang paling logis untuk mengatasi problem kekerasan di IPDN




BAB III



PENUTUP





Sebagai penutup uraian dalam makalah ini penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :



<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Kebijakan Publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu, yang dilakukan oleh instansi yang berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan negara dan pembangunan (Mustopadidjaja).



<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Dalam memformulasikan kebijakan terkait dengan kasus kekerasan yang terjadi di IPDN serta dampaknya terhadap eksistensi IPDN penulis menggunakan Model Rasional Komfrehensif, yakni model dalam perumusan kebijakan yang didasarkan pada rasionalitas, dikembangkan berdasarkan cost and benefit analysis, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan ekonomi berdasarkan efisiensi.



<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Kebijakan yang diambil terkait dengan kasus tersebut berdasarkan pembahasan penulis adalah Revolusi IPDN. Yakni membiarkan IPDN berdiri (memelihara eksistensi IPDN), namun perlu adanya perubahan mendasar dari sistem yang berada saat ini, dari mulai rekruitmen, pola asuh, administrasi, kontrol operasional, serta perhatian dari pemerintah.



DAFTAR PUSTAKA






Irfan M Islamy : Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, PT Bina Aksara. 2003, Jakarta.



Nugroho, Riant. D : Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, PT. Elex Media Komputindo. 2003, Jakarta



Wikipedia Indonesia, Institut Pemerintahan Dalam Negeri, online diakses 27 April 2007 (http://id.wikipedia.org/wiki/Institut_Pemerintahan_Dalam_Negeri)



Liputan6 SCTV, Berita Seputar IPDN, online diakses 26 April 2007, (http://www.liputan6.com)





No comments:

Post a Comment